JL SARASA – Kota Sukabumi mengalami inflasi sebesar 0,18 persen pada November. Kondisi tersebut dipicu naiknya harga sebagian besar indeks kelompok pengeluaran seperti makanan, minuman, pakaian, alas kaki, dan lainnya.
“Dalam satu tahun kalender hingga November 2022, tingkat inflasi Kota Sukabumi sebesar 4,93 persen. Sedangkan inflasi tahun ke tahun atau November 2021 ke November 2022 sebesar 5,28 persen. Nah, tingkat inflasi pada November 2022 tercatat sebesar 0,18 persen dengan indeks harga konsumen sebesar 112,76,” kata Kepala Bidang Perekonomian dan Sumber Daya Alam Bappeda Kota Sukabumi, Yanto Arisdiyanto, kepada wartawan, kemarin (12/12).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Sukabumi, inflasi pada November dipicu kenaikan harga pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 7,26 persen, kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 2,60 persen, kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 4,30 persen, kelompok perlengkapan peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 4,56 persen.
Baca Juga:Penetapan UMK 2023 Segera Disosialisasikan ke PerusahaanWali Kota Dinobatkan sebagai Creative Leader Tingkat Nasional
Kemudian, kelompok kesehatan sebesar 2,93 persen, kelompok transportasi sebesar 12,35 persen, kelompok rekreasi, olahrga dan budaya sebesar 1,67 persen, kelompok pendidikan sebesar 4,07 persen, kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran sebesar 4,21 persen, serta kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 6,57 persen.
“Sedangkan yang mengalami deflasi terjadi pada kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,55 persen,” bebernya.
Selama November, sebut Yanto, terjadi juga penaikan sejumlah komoditas strategis. Jika dilihat tingkat inflasi di Jawa Barat, Kota Sukabumi berada pada peringkat kedua terendah setelah Kota Cirebon.
Yanto mengaku secara komprehensif terus menganalisa sumber atau potensi tekanan serta melakukan inventarisasi data dan informasi perkembangan harga barang dan jasa secara umum.
“Kami juga akan terus menganalisis stabilitas permasalahan perekonomian daerah yang dapat mengganggu stabilitas harga dan keterjangkaun barang dan jasa,” pungkasnya. (mg5)