Oleh : Hayatun Hamid,S.H,M.H,
Dosen Sekolah Tinggi Hukum Pasundan Sukabumi.
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang memiliki perjalanan sejarah yang sangat panjang. Salah satu fakta sejarah yang tidak bisa kita pungkiri adalah bahwa bangsa Indonesia pernah di jajah oleh bangsa Belanda selama ratusan tahun. Oleh sebab itu, banyak aspek kehidupan yang terpengaruhi oleh tata kehidupan, budaya serta pola pikir dari kaum colonial. Salah satu warisan dari bangsa Belanda yang hingga kini masih dapat kita rasakan eksistensinya adalah terkait dalam masalah penegakan hukum. Sebagai mana yang kita ketahui negara Belanda merupakan negara yang menganut Sistem Hukum Eropa Kontinental, yang mana salah satu karakteristik yang paling utama dalam sistem hukum ini adalah menjadikan Undang-Undang tertulis sebagai sumber hukum yang paling utama.
Realita tersebut menyebabkan proses penegakkan hukum dalam sistem hukum Eropa kontinental menjadi sangat kaku dan cenderung tekstual, sehingga seringkali kita temukan realita dilapangan terkait proses penegakkan hukum yang kurang memperhatikan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan.
Begitu lamanya bangsa Indonesia di jajah oleh bangsa Belanda menyebabkan pola pikir legalistik dan terlalu mengedepankan prinsip kepastian hukum sedikit banyak telah berpengaruh terhadap pola dan karakteristik penegakkan hukum di Indonesia. Realita saat ini, masyarakat lebih gemar untuk menyelesaikan permasalahan hukumnya melalui jalur litigasi atau pengadilan padahal sesungguhnya karakteristik bangsa Indonesia adalah bangsa yang cinta damai dan mudah memaafkan. Dalam hukum adat yang berlaku di masyarakat adat kampung dukuh yang berada di Desa Ciroyom Kecamatan Cikelet Kabupaten Garut dikenal adanya suatu hukm yang disebut dengan ngahaturanan tuang Konsep ini merupakan ciri khas dari masyarakat adat kampung Dukuh dimana apabila ada dua orang yang berkonflik kemudian salah satunya menjadi korban maka si pelaku akan membawa banyak makanan dan hasil bumi beserta seluruh keluarganya untuk memohon maaf kepada si korban, sehingga apabila si korban menerima makanan tersebut maka permasalahan pun di anggap selesai dan antara pelaku dan korban akan terjadi suatu perdamaian.