Menteri Keuangan, Sri Mulyani

Menteri Keuangan, Sri Mulyani
0 Komentar

JAKARTA,SUKABUMIEKSPRES– Menteri Keuangan, No viral no justice menjadi alat penegakan hukum baru. Fenomena mobilisasi rakyat di ruang digital itu yang membuat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kelimpungan sebulan terakhir.

Kementerian yang dipimpin Sri Mulyani itu harus berkali-kali menggelar konferensi pers ketika satu per satu gaya hidup mewah pegawainya ramai jadi sorotan di media sosial.

Andai pemerintah maksimal menerapkan aturan pemberian reward bagi masyarakat yang melaporkan atau mengungkap dugaan tindak pidana korupsi (tipikor), fenomena no viral no justice kecil kemungkinan menjadi ancaman serius.

Baca Juga:Heboh! Puluhan Siswi SMP di Bengkulu Utara Sayat Tangan Kiri dengan SajamHabib Rizieq Bakal Umumkan Arah Dukungan di Pilpres 2024

Dalam aturan, reward itu memungkinkan masyarakat yang menjadi pelapor mendapatkan premi paling banyak Rp200 juta.

Aturan itu tegas disebutkan dalam Pasal 17 Peraturan Pemerintah No 43/2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tipikor.

Besaran premi yang diatur adalah 2 persen (dua permil) dari jumlah kerugian negara yang dapat dikembalikan kepada negara. Di pasal tersebut juga disebutkan premi maksimal adalah Rp200 juta.

PP itu turunan UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001.

Sampai saat ini, baru satu pelapor kasus korupsi yang pernah mendapatkan premi tersebut. Penghargaan itu diberikan KPK pada 2016 lalu. Setelah itu, belum ada lagi catatan lagi terkait berapa jumlah penerima premi.

”Syaratnya rumit,” kata Ketua IM57+ Institute Praswad Nugraha, Minggu, 12 Maret.

Rumitnya syarat untuk bisa mendapatkan dana apresiasi itu juga ditegaskan Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri pada 2020 lalu. Ada sejumlah kendala yang membuat implementasi PP tersebut tidak optimal. Salah satunya adalah minimnya data yang dimiliki pelapor.

Selain itu, kebanyakan kasus korupsi, khususnya yang ditangani KPK, tidak hanya bersumber dari satu pelapor.

Baca Juga:Linda Puji Astuti Mualaf di Sukabumi saat Nikah Siri di PalabuhanratuImbau Damkar Terus Berikan Layanan Terbaik Kepada Masyarakat

Kondisi itu menyulitkan lembaga penegak hukum untuk menentukan siapa pelapor yang memenuhi syarat mendapatkan reward dari negara.

Menyambung Ali, Praswad mengakui ketentuan reward itu memang tidak masuk akal untuk dipenuhi. Sebab, premi maksimal Rp200 juta itu baru bisa diberikan jika kerugian negara dari kasus yang dilaporkan mencapai Rp100 miliar.

0 Komentar