”Karena ada ketentuan 2 persen kerugian negara yang dapat dikembalikan ke negara, itu artinya kasusnya (yang dilaporkan, Red) harus proyek kakap,” terangnya.
Pengalaman Praswad selama menjadi penyidik, kasus dengan kerugian negara besar itu nyaris tidak ada yang bersumber dari laporan masyarakat. Aduan di KPK kebanyakan adalah kasus suap yang kemudian ditindaklanjuti dengan operasi tangkap tangan (OTT).
Praswad meyakini munculnya fenomena no viral no justice itu merupakan kegagalan negara dalam mengelola manajemen laporan masyarakat. Hal itu diperparah dengan kanal pelaporan yang kurang optimal.
Baca Juga:Heboh! Puluhan Siswi SMP di Bengkulu Utara Sayat Tangan Kiri dengan SajamHabib Rizieq Bakal Umumkan Arah Dukungan di Pilpres 2024
”Jangankan masyarakat biasa, laporan dari penegak hukum juga kadang-kadang tidak ditindaklanjuti sebelum viral,” tutur pria yang akrab disapa Abung tersebut.
Pegiat hak asasi manusia (HAM) Haris Azhar menambahkan penegakan hukum yang masih tebang pilih dan kurang terbuka membuat kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum mengalami krisis. Hal itu mendorong terjadinya mobilisasi rakyat di ruang digital untuk menghakimi seseorang yang diduga melakukan pelanggaran.
”Meskipun kasus yang viral itu juga belum tentu ditindaklanjuti oleh penegak hukum, saya melihat masyarakat puas dengan itu (penghakiman di media sosial, Red),” kata mantan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) tersebut. (tyo/idr/zuk-dir/fajar)