Sukabumi Ekspres – Sejarah Sukabumi berawal pada tanggal 13 Januari 1815, Andries Christoffel Johannes de Wilde, seorang administrator perkebunan Belanda, memperkenalkan nama “Soeka Boemi” kepada dunia di luar Sukabumi. Nama tersebut muncul dalam laporan survei de Wilde ketika ia menginap di kampung Tji Colle di Sukabumi.
Ada yang mengatakan bahwa nama “Sukabumi” berasal dari bahasa Sunda “Suka-Bumen”, yang berarti bahwa orang-orang suka bumen-bumen atau menetap di kawasan dengan udara sejuk dan nyaman. Namun, penjelasan yang lebih masuk akal adalah bahwa “Sukabumi” berasal dari bahasa Sansekerta “suka” yang berarti kesenangan, kebahagiaan, kesukaan, dan “bhumi” yang berarti bumi, sehingga “Sukabumi” artinya “bumi kesukaan”.
Sebelum menjadi kota, Sukabumi hanyalah sebuah dusun kecil bernama “Goenoeng Parang” yang kemudian berkembang menjadi beberapa desa seperti Cikole atau Parungseah.
Baca Juga:Karang Aji Beach Villa Unik di Sukabumi Cocok Untuk Liburan Kalian!Pusat Belanja di Sukabumi: Wajib di Kunjungi Saat Lebaran
Pada 1 April 1914, pemerintah Hindia Belanda menjadikan Sukabumi sebagai Burgerlijk Bestuur dengan status Gemeente (Kotapraja) karena banyaknya orang Belanda dan Eropa yang tinggal di sana sebagai pemilik perkebunan-perkebunan di daerah Kabupaten Sukabumi bagian selatan.
Pada 1 Mei 1926, Mr. GF Rambonnet diangkat sebagai Burgemeester dan banyak pembangunan infrastruktur seperti stasiun kereta api, masjid agung, gereja Kristen, pembangkit listrik, dan sekolah polisi dilakukan di masa pemerintahannya.
Pada zaman penjajahan, Sukabumi dianggap sebagai kota yang paling aman sehingga pemerintah Hindia Belanda mengirim para pejuang yang memberontak ke sana. Beberapa dari mereka, seperti Bung Hatta, Sjahrir, Dr Tjipto Mangunkusumo, dan Haji Rasul (ayah Buya Hamka), dibuang ke Sukabumi. Pejuang nasional lainnya, seperti Raja Sulawesi, putra-putra Raja Lombok, dan Raja Aceh yang memberontak juga dikirim ke Sukabumi.
Selama masa penjajahan Jepang, pusat pendidikan kepolisian di seluruh Indonesia tetap berada di Kota Sukabumi dan Politie School berganti nama menjadi Djawa Keisatsu Gakko. Menurut Irman, Raden Said Sukanto, yang menjadi pengajar di Sekolah Polisi, kemudian diangkat sebagai Kepala Sekolah Polisi.
Selain memberikan pendidikan kepada para polisi, Djawa Keisatsu Gakko juga memberikan pelatihan kepada tentara Jepang untuk kepentingan kepolisian. Selama masa pendudukan Jepang inilah tokoh-tokoh nasional Polri seperti mantan Kapolri Hoegeng dan bapak Brimob nasional, Muhammad Jassin, dididik di Sekolah Polisi. Hoegeng memiliki pengalaman menarik ketika ia berulang kali dipermalukan oleh Jepang di Sukabumi. Muhammad Jassin sendiri duduk di bangku Sekolah Polisi dua kali, pada tahun 1941 dan 1943.