Artinya, Golkar sedang berusaha membangun bargaining posisi. Sehingga siapa pun yang mendekat, baik Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), ataupun Gerindra dan PDIP itu akan menawarkan nilai tinggi ke Golkar.
BACA JUGA: Intens Komunikasi dengan Prabowo Subianto, Airlangga Hartarto Tidak Ngotot Jadi Capres
Ujung-ujungnya adalah bargining yang lebih menguntungkan dibanding partai sebelumnya yang sudah lebih dahulu mengumumkan.
Baca Juga:Elektabilitas Erick Thohir Tertinggi di Bursa CawapresPAN Keliling Tawarkan Erick Thohir Sebagai Cawapres
Karena posisi Golkar ini sangat dibutuhkan, walaupun sebenarnya PDIP tidak membutuhkan koalisi lagi karena sudah ada PPP misalnya, tetapi dengan posisi Golkar itu akan jauh mengamankan pertarungan politik.
Begitupun dengan Gerindra yang begitu sangat membutuhkan Golkar atau pun koalisi perubahan. Juga sangat membutuhkan Golkar.
Pada ujungnya siapa pun diantara ketiga koalisi akan menerikan penawaran tinggi terhadap Golkar.
“Jadi bagi saya ini salah satu bentuk strategi Golkar Menaikkan bargaining posisinya,” jelas Ali.
Analis Politik Unismuh, A Luhur Prianto menilai, sikap Golkar di Rakernas seperti antitesa keputusan Munas dan Rapimnas sebelumnya. Di Rakernas ini, Golkar lebih pragmatis menatap persaingan Pilpres 2024
Arahnnya termasuk meninjau ulang posisi di KIB. Di forum Rakernas ini juga, Golkar tidak lagi menentukan sikap yang tegas pada salah satu capres, tetapi memilih memberi mandat pada Ketum AH menentukan capres, cawapres, dan koalisi.
Padahal AH sudah ditetapkan sebagai capres Partai Golkar melalui forum Munas dan Rapimnas sebelumnya. Golkar seperti menerjemahkan sikap dukungan politik istana yang mendua, yaitu antara Ganjar atau Prabowo.
“Golkar pun akan berselancar mengeksplorasi potensi kedua capres ini,” katanya.
Baca Juga:Tim Rechecking Lomba Pemanfaatan Pekarangan Datangi SukahumiPuluhan ASN Pemkab Sukabumi Masuki Masa Purnabhakti
Sementara arah perubahan dukungan ke Koalisi Perubahan yang mengusung Anies, juga tetap terbuka. Terutama jika bargaining Golkar di koalisi Ganjar atau Prabowo tidak cukup menguntungkan Partai Golkar.
“Karena secara psikologis dan historis, Nasdem dan Golkar bisa lebih mudah membangun komunikasi dan negosiasi ke tahap selanjutnya,” terang Luhur. (*/fajar)