Sebagai contoh, ketika seorang pemain menggunakan jasa joki untuk naik dari peringkat C ke peringkat S, keterampilan sebenarnya dari pemain tersebut masih berada di level peringkat C. Dari sudut pandang penjoki, yang terpenting adalah menyelesaikan pesanan secepat mungkin.
Namun, dari sudut pandang pemain yang dijoki, keberadaannya di peringkat S justru mengganggu permainan pemain lain di level tersebut, yang memang memiliki keterampilan murni sejak awal.
Ibarat akun smurf yang “terbalik”, pemain ini dianggap seperti “raja iblis”, tetapi sebenarnya lemah. Hal ini terjadi karena yang membuat akun pemain tersebut mencapai peringkat tinggi adalah penjoki, bukan pemain itu sendiri.
Baca Juga:Keren! Ini Review Spesifikasi Asus Zenbook A14 Sebagai Laptop Tertipis Tahun 2025Siap Bertualang? Ini 7 Game Petualangan Seru di Android dan iPhone
Meski mungkin tidak menyebabkan kerugian langsung, praktik ini jelas menciptakan ketidaknyamanan bagi pemain lain di peringkat tinggi. Mereka yang telah bersusah payah mencapai peringkat tinggi merasa dirugikan karena harus bermain dengan tim yang memiliki gaya bermain ala peringkat rendah.
Kasus ini bahkan mendorong banyak pengembang game kompetitif untuk mengambil tindakan. Beberapa langkah yang dilakukan meliputi pembatasan akses peringkat, hingga pemberian hukuman seperti pemblokiran akun atau sanksi kecil lainnya. Dalam dunia kompetitif, kehadiran unsur pay-to-win atau tindakan curang semacam ini memang akan selalu membuat pemain lain merasa tidak nyaman.
Kerugian yang ditimbulkan oleh praktik joki ini tidak hanya terjadi di dalam game, tetapi juga di luar game. Salah satunya adalah dampak negatif dari oknum penjoki itu sendiri yang bisa memanfaatkan situasi untuk tujuan tidak etis.
Tidak jarang terjadi kasus di mana akun pemain justru terkena sanksi, seperti pemblokiran (ban), karena penjoki menggunakan metode ilegal saat mengakses akun tersebut. Misalnya, dengan menggunakan cheat, manipulasi sistem matchmaking, dan cara-cara lain untuk menyelesaikan pesanan dengan cepat. Akibatnya, praktik joki game menjadi sesuatu yang kontroversial.
Di balik bisnis ini, terdapat banyak skema yang merugikan, baik bagi pengembang game maupun pemain lain yang bermain dengan keterampilan murni (pure skill). Namun, di sisi lain, kesenangan dan rasa gengsi setiap orang berbeda-beda.
Praktik joki tidak sepenuhnya dapat disalahkan karena ada kalanya layanan ini membantu mereka yang sibuk dengan pekerjaan sehari-hari—seperti pekerja 9-to-5, namun tetap ingin menikmati game tanpa harus menghabiskan banyak waktu bermain.