Feminisme Saat Ini Dianggap Toksik? Inilah Sejarah Kebangkitan Emansipasi Wanita di Seluruh Dunia

Feminisme Saat Ini Dianggap Toksik
Ilustrasi: Unsplash
0 Komentar

Bangkitnya Gerakan Feminisme di Era Modern

Memasuki akhir abad ke-18 hingga awal abad ke-19, perbincangan mengenai kesetaraan hak antara perempuan dan laki-laki mulai mendapatkan perhatian. Saat itu, masyarakat mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang salah. Kesadaran ini tercermin dalam tulisan Mary Wollstonecraft dan karya seni seperti lukisan-lukisan Eugène Delacroix, yang menggambarkan awal kebangkitan emansipasi wanita.

Sebelum membahas era independent woman, kita perlu memahami tiga gelombang feminisme. Gelombang pertama dimulai sekitar akhir abad ke-19. Cita-cita dari gelombang ini sebenarnya cukup sederhana, yaitu untuk menunjukkan bahwa perempuan itu ada dan layak diakui keberadaannya. Media yang digunakan untuk mendobrak norma lama adalah perjuangan hak pilih atau suffrage.

Banyak feminis pada masa itu percaya bahwa meminta hak pilih adalah langkah terbaik yang dapat dilakukan. Jika mereka langsung menuntut redistribusi kekayaan, posisi strategis di pemerintahan, atau reformasi sistem patriarki, tuntutan tersebut kemungkinan besar akan ditolak mentah-mentah.

Baca Juga:Mengulas Fenomena Koin Jagat Sebagai Gambaran Keadaan Ekonomi Masyarakat IndonesiaPendaftaran Beasiswa LPDP 2025 Resmi Dibuka! Ini Persyaratannya

Maka, langkah yang dianggap paling realistis adalah memperjuangkan hak pilih. Oleh karena itu, gelombang feminisme pertama dikenal sebagai suffrage wave atau suffrage movement. Perjuangan ini akhirnya membuahkan hasil, meskipun membutuhkan waktu yang cukup panjang.

Namun, gelombang pertama feminisme ini juga menuai banyak kritik karena dianggap hanya memperjuangkan kepentingan perempuan kelas atas. Pada saat yang sama, perempuan kulit hitam dan perempuan dari kelas bawah masih menghadapi berbagai masalah serius, seperti pendidikan yang tidak terjamin dan kehidupan yang jauh dari layak.

Sebagai contoh, jika ada perempuan kulit putih dan laki-laki kulit hitam yang sama-sama mencuri, maka yang lebih mungkin menjadi sasaran amukan massa adalah laki-laki kulit hitam. Hal ini menunjukkan bahwa dalam sistem patriarki, penindasan tidak hanya terbatas pada gender tertentu. Patriarki tidak mengenal gender dalam hal memperkuat ketidakadilan.

Terkadang, kita menikmati keuntungan yang diberikan oleh sistem patriarki, meskipun dalam bentuk yang berbeda. Sebagai bentuk kritik terhadap gelombang pertama feminisme, lahirlah gelombang feminisme kedua sekitar pertengahan abad ke-20. Pada gelombang ini, muncul nama-nama besar yang tetap populer hingga saat ini, seperti Simone de Beauvoir dengan karyanya The Second Sex dan Betty Friedan dengan The Feminine Mystique.

0 Komentar