Feminisme Dianggap Toksik Saat Ini
Kembali ke masa kini, mengapa sebagian besar orang justru melihat feminisme sebagai sebuah gerakan yang dianggap “toksik”? Hal ini banyak disebabkan oleh individu-individu yang “riding the wave” atau memanfaatkan label feminisme untuk kepentingan pribadi.
Orang-orang yang menyebut diri mereka feminis terkadang tidak lagi berorientasi pada kesetaraan, melainkan pada tujuan-tujuan individu yang sebenarnya tidak berkaitan dengan isu patriarki.
Sebagai contoh, pada tahun 2019, tim sepak bola wanita Amerika Serikat memenangkan Piala Dunia. Saat parade kemenangan, mereka mengusung slogan equal pay (kesetaraan gaji) dan dalam berbagai wawancara, mereka sering membawa isu kesetaraan gender, prinsip keadilan, dan sebagainya.
Baca Juga:Mengulas Fenomena Koin Jagat Sebagai Gambaran Keadaan Ekonomi Masyarakat IndonesiaPendaftaran Beasiswa LPDP 2025 Resmi Dibuka! Ini Persyaratannya
Namun, jika kita melihat secara objektif, permasalahan ini sebenarnya tidak sepenuhnya terkait dengan gender. Faktanya, pemain sepak bola pria digaji lebih besar karena olahraga tersebut lebih populer, menarik lebih banyak penonton, dan menghasilkan pendapatan yang jauh lebih besar, baik dari penjualan tiket maupun langganan tayangan pertandingan.
Sebagai perbandingan, banyak orang lebih tertarik menonton Cristiano Ronaldo di Al-Nassr daripada final Piala Dunia Sepak Bola Wanita. Hal ini bukan dimaksudkan sebagai pernyataan seksis, melainkan kenyataan. Jika gaji yang sama diinginkan, dari mana sumber pendapatannya?
Pada dasarnya, mimpi awal feminisme adalah mencapai kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, serta menghapus norma-norma yang memposisikan perempuan sebagai “gender kedua” dalam sistem sosial. Namun, dalam perjalanannya, isu-isu yang diangkat oleh feminisme tidak lagi terbatas pada perempuan saja. Kini, ada isu yang berkaitan dengan heteroseksualitas, keberagaman gender, kepedulian terhadap lingkungan, dan sebagainya.
Artikel ini bukan untuk mendukung atau menolak gerakan tersebut, melainkan sekadar menyampaikan rangkuman dan referensi untuk kita semua.
Mengutip Matthew Henry, “Perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam—bukan dari tengkorak agar ia tidak berada di atas laki-laki, dan bukan pula dari kaki agar ia tidak layak diinjak-injak. Ia diciptakan dari bagian samping laki-laki supaya ia setara, di bawah tangan agar ia dapat dilindungi, dan dekat dengan hati agar ia dapat dicintai.”