SUKABUMI EKSPRES – Pernahkah Anda merasa sangat lelah mengikuti alur dunia kerja? Mengirim lamaran kerja ke banyak perusahaan, menyusun CV dengan hati-hati, mengikuti berbagai tes psikologi dan wawancara, bahkan terkadang mengikuti pelatihan tambahan.
Namun, pada akhirnya, posisi yang Anda incar justru diisi oleh seseorang yang bahkan tidak terlihat selama proses rekrutmen, atau lebih menyakitkan lagi, teman Anda yang kemampuannya biasa-biasa saja justru mendapatkan posisi strategis, sementara Anda yang sudah berusaha keras tidak mendapatkan apa-apa.
Kami yakin banyak dari Anda yang bisa memahami perasaan ini. Fenomena semacam ini bukanlah hal baru di Indonesia. Kita mengenalnya dengan istilah “orang dalam”.
Baca Juga:Rangkaian Acara Bandung Gaming Day 2025 di Summarecon Mall Bandung dan Agate Studio Seru Banget7 HP Kamera Terbaik Fitur OIS Pada 2025 untuk Konten Kreator
Istilah ini tidak hanya sekadar berbicara tentang koneksi biasa, tetapi sudah menjadi salah satu isu besar dalam dunia kerja di Indonesia. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh para pencari kerja, tetapi juga memengaruhi kualitas sumber daya manusia (SDM) di negara kita.
Pada kesempatan ini, kami akan membahas lebih dalam mengenai budaya “orang dalam”, mulai dari apa sebenarnya istilah ini, mengapa fenomena ini bisa terjadi, hingga dampaknya bagi kita semua.
Apa Itu Orang Dalam?
Mari kita mulai dari dasar: apa sebenarnya yang dimaksud dengan “orang dalam”? Secara sederhana, istilah ini merujuk pada seseorang yang memiliki akses khusus ke pihak tertentu dalam organisasi, perusahaan, atau lembaga. Biasanya, orang ini dapat membantu seseorang mendapatkan posisi, proyek, atau bahkan fasilitas tertentu tanpa harus melalui jalur resmi yang seharusnya.
Di Indonesia, konsep ini sudah mendarah daging. Anda mungkin pernah mendengar seseorang berkata bahwa mereka mendapatkan pekerjaan karena dibantu oleh si A atau keluarganya. Realitas ini seolah menjadi “normal baru” dalam dunia kerja kita. Namun, mengapa fenomena ini begitu akrab di telinga kita?
Alasan Orang Indonesia Banyak Mengandalkan ‘Orang Dalam’
1. Budaya Kolektivisme Sangat Tinggi
Kita hidup dalam masyarakat yang sangat menghargai hubungan sosial dan jaringan relasi.
2. Lemahnya Transparansi Dalam Sistem Rekrutmen
Jika nepotisme terus berlangsung, Indonesia berisiko masuk ke dalam kategori negara dengan sistem meritokrasi yang lemah. Artinya, banyak keputusan diambil bukan berdasarkan kemampuan atau kompetensi seseorang, melainkan relasi pribadi.