Banyak Perusahaan Lokal Rusak Gara-Gara Budaya ‘Orang Dalam’ di Indonesia, Pahami Fenomenanya

Budaya Orang Dalam di Indonesia
Budaya Orang Dalam di Indonesia
0 Komentar

Jadi, jika Anda bertanya mengapa budaya “orang dalam” terus ada, jawabannya adalah karena lingkungan kita—mulai dari keluarga, perusahaan, hingga sistem pendidikan—secara tidak langsung mendukung praktik ini. Semuanya, dalam berbagai cara, mengajarkan bahwa koneksi lebih penting daripada kompetensi.

Dampak pada Pencari Kerja

Bayangkan situasi ini: Anda baru saja lulus kuliah dengan IPK tinggi, aktif dalam organisasi kampus, dan memiliki pengalaman magang di perusahaan besar. Namun, ketika Anda melamar pekerjaan, nama Anda sama sekali tidak dipanggil. Sementara itu, teman Anda, yang hanya datang ke kampus untuk absensi, justru mendapatkan posisi strategis karena memiliki kenalan di perusahaan tersebut.

Perasaan Anda pasti kecewa, frustrasi, dan mungkin marah. Ini bukan hanya tentang kehilangan pekerjaan, tetapi juga tentang kehilangan kepercayaan diri. Banyak anak muda yang akhirnya merasa tidak cukup baik, padahal mereka sudah melakukan segala hal dengan benar.

Baca Juga:Rangkaian Acara Bandung Gaming Day 2025 di Summarecon Mall Bandung dan Agate Studio Seru Banget7 HP Kamera Terbaik Fitur OIS Pada 2025 untuk Konten Kreator

Dari situasi ini, jelas terlihat bahwa banyak pencari kerja muda di Indonesia merasa sistem rekrutmen yang ada tidak adil. Akibatnya, banyak dari mereka yang akhirnya memilih berhenti mencoba karena merasa usaha mereka sia-sia.

Dampaknya tidak hanya dirasakan pada level individu. Jika generasi muda kehilangan motivasi untuk berusaha, siapa yang akan menjadi tenaga kerja unggul di masa depan? Ini adalah kerugian besar, tidak hanya bagi individu, tetapi juga bagi negara.

Selain itu, ketidakadilan ini juga dapat mendorong orang untuk bermain curang. Ketika mereka merasa kalah dalam sistem yang tidak adil, mereka mungkin mencari cara untuk ikut menggunakan jalur “orang dalam.” Akibatnya, sistem kerja kita semakin rusak karena semua orang lebih fokus mencari koneksi daripada meningkatkan kompetensi.

Realita Lowongan Kerja hanya Formalitas

Apakah Anda menyadari adanya stigma di kalangan pencari kerja bahwa banyak lowongan kerja hanya formalitas belaka? Misalnya, perusahaan membuka pengumuman rekrutmen besar-besaran, tetapi posisi yang ditawarkan sebenarnya sudah diisi oleh “orang dalam.”

Mengapa hal ini terjadi? Salah satu alasannya adalah demi menjaga citra perusahaan. Dengan membuka lowongan secara publik, perusahaan terlihat transparan dan profesional. Namun, pada kenyataannya, proses seleksi sering kali sudah diatur sejak awal.

0 Komentar