Menguak Strategi Bisnis Produk Apple hingga Mencoba Curangi Indonesia

Strategi Bisnis Produk Apple
Menguak Sisi Gelap Strategi Bisnis Apple
0 Komentar

Sebagai salah satu perusahaan teknologi terbesar di dunia, Apple juga menghadapi sorotan tajam di Eropa terkait dugaan praktik monopolinya. Di tengah dominasi App Store sebagai platform distribusi aplikasi utama, muncul keluhan dari pengembang aplikasi dan perusahaan lain yang merasa dirugikan oleh kebijakan Apple. Salah satu poin utama adalah kewajiban menggunakan sistem pembayaran milik Apple, yang membebankan komisi hingga 30% untuk setiap transaksi dalam aplikasi.

Bagi banyak pengembang, biaya ini menjadi beban signifikan yang membatasi kemampuan mereka untuk bersaing secara adil di pasar. Spotify, platform streaming musik terkemuka, menjadi salah satu pengkritik paling vokal.

Mereka mengklaim bahwa kebijakan Apple secara langsung merugikan kompetisi, terutama karena Apple memiliki layanan streaming musiknya sendiri, yaitu Apple Music. Dengan membebankan komisi tinggi pada Spotify dan layanan serupa, Apple diduga menciptakan kondisi yang menguntungkan dirinya sendiri sambil membatasi pilihan pengguna.

Baca Juga:Rangkaian Acara Bandung Gaming Day 2025 di Summarecon Mall Bandung dan Agate Studio Seru Banget7 HP Kamera Terbaik Fitur OIS Pada 2025 untuk Konten Kreator

Masalah ini memicu pengaduan resmi dari Spotify ke Komisi Eropa pada tahun 2019, yang menjadi salah satu pemicu utama penyelidikan antitrust terhadap Apple. Regulator Uni Eropa kini tengah menguji apakah kebijakan Apple melanggar aturan persaingan di kawasan tersebut. Uni Eropa juga telah memperkenalkan Digital Markets Act (DMA) yang dirancang untuk mencegah dominasi berlebihan oleh raksasa teknologi seperti Apple.

Jika terbukti bersalah, Apple dapat dikenakan denda besar dan diharuskan mengubah praktik bisnisnya, termasuk membuka ekosistemnya untuk persaingan yang lebih adil. Kasus ini menjadi salah satu pertempuran penting dalam upaya melindungi inovasi dan mendorong persaingan yang sehat di pasar digital global.

Di pabrik Foxconn di Zhengzhou, yang dikenal sebagai “Kota iPhone,” ribuan buruh bekerja dalam kondisi yang ketat dan penuh tekanan untuk memenuhi permintaan global atas perangkat canggih.

Dengan gaji dasar berkisar antara 2.000 hingga 3.000 Yuan per bulan, mereka harus bergantung pada lembur untuk menambah penghasilan. Kerja lembur yang sering kali melebihi 100 jam per bulan memungkinkan mereka membawa pulang hingga 4.000 atau 5.000 Yuan.

Namun, angka ini jauh dari mencukupi, mengingat biaya hidup di sekitar kawasan industri. Pengeluaran untuk makanan di kantin pabrik dapat mencapai 600 hingga 800 Yuan per bulan, ditambah potongan biaya asrama sekitar 150 hingga 300 Yuan, sehingga hanya menyisakan sedikit ruang untuk menabung atau membantu keluarga.

0 Komentar