3. Jumlah Penduduk Jawa yang Banyak
Jumlah penduduk di Pulau Jawa menjadi salah satu alasan mengapa Jawa sering kali memiliki banyak kasus buruk dibandingkan dengan provinsi lain yang jumlah penduduknya lebih sedikit.
Meskipun ada berita negatif yang berasal dari daerah selain Jawa, dampaknya tidak akan sebesar yang terjadi di Jawa, karena jumlah penduduknya yang lebih sedikit. Dengan jumlah penduduk yang lebih sedikit, jumlah kasus yang terjadi pun cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan di Jawa.
Sebagai contoh, nama “Agus” sangat umum di Indonesia, dan secara aneh, banyak kasus buruk yang melibatkan orang bernama Agus. Hal ini membuat personal branding nama Agus di Indonesia sering kali diasosiasikan dengan keanehan dan anomali.
Baca Juga:6 Hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Mengambil KPR Agar Tidak MenyesalLuar Biasa, DeepSeek Diklaim Lebih Canggih Daripada ChatGPT Milik Open AI
Hal yang sama terjadi dengan nama “Jawa.” Karena banyaknya kasus buruk dan kerusuhan yang terjadi di Jawa, branding dari nama Jawa pun semakin buruk di mata sebagian besar masyarakat Indonesia.
Ditambah lagi banyak suku Jawa yang menduduki posisi strategis di pemerintahan. Banyak diantara mereka pun yang terjerat kasus korupsi, bahkan yang masih belum diungkap saat ini.
5. Sisi Negatif dan Positif Orang Jawa
Kita telah membahas penyebab dan alasan mengapa suku Jawa sering kali menjadi sasaran normalisasi rasisme. Sekarang, mari kita lihat sisi negatif dan positif dari orang-orang Jawa dan Pulau Jawa.
Sisi Negatif
Sisi negatif dari Jawa yang paling mencolok adalah banyaknya budaya aneh yang terus berkembang di masyarakat Jawa. Contohnya, kepercayaan-kepercayaan seperti son horeg, ajaran yang dianggap aneh, dan budaya feodalisme yang masih sangat kuat di tanah Jawa.
Prinsip-prinsip feodal dan sikap hierarkis masih terasa sangat kental di sini. Korupsi bahkan nepotisme juga masih terus berkembang di Pulau Jawa. Jawa juga sangat dominan dalam hal politik dan pemerintahan.
Ajaran sesat seperti ilmu kebal, dukun, dan lain-lain masih sangat terasa, meskipun ada juga di daerah lain. Namun, hal ini lebih mencolok di Jawa karena jumlah orangnya yang lebih banyak. Di Jawa, orang-orang juga seringkali lebih mempercayai dukun dibandingkan dokter.