5 Faktor Penyebab Konglomerat Sulit Jatuh Miskin

Konglomerat Sulit Jatuh Miskin
Image: Ilustrasi/Unsplash
0 Komentar

SUKABUMI EKSPRES – Orang yang sudah sangat kaya biasanya sulit jatuh miskin. Di sini, saya mengacu pada mereka yang benar-benar kaya, bukan sekadar memiliki miliaran atau puluhan miliar rupiah, tetapi mereka yang sudah berada di level triliunan, termasuk dalam daftar 100 orang terkaya di Indonesia.

Pernyataan ini berdasarkan observasi pribadi saya, karena saya pernah bekerja sebagai corporate banker dengan klien yang skalanya sudah mencapai level konglomerat. Meskipun pengalaman tersebut terjadi lebih dari 10 tahun yang lalu, hingga kini saya masih bertemu dengan orang-orang di level tersebut.

5 Penyebab Konglomerat Sulit Jatuh Miskin

Dari pengamatan kami, ada 5 faktor utama yang membuat konglomerat sulit untuk jatuh miskin.

Baca Juga:Proyek IKN Resmi Mangkrak! Ini 6 Alasan Awal Pemerintah Ingin Bangun Ibu Kota BaruCara Buat Link Dana Kaget Resmi Langsung dari Aplikasi Tanpa Ribet

1. Kemampuan Membeli Waktu

Salah satunya adalah kemampuan mereka untuk “membeli waktu”. Artinya, mereka dapat mendelegasikan berbagai tugas yang tidak perlu mereka kerjakan sendiri.

Sebagai contoh, dalam kehidupan sehari-hari, mereka memiliki sopir yang mengantar mereka ke kantor, mengisi bensin, serta mencuci mobil. Dengan demikian, waktu yang seharusnya mereka habiskan untuk mengemudi dapat digunakan untuk hal yang lebih produktif.

Di rumah, mereka juga memiliki asisten rumah tangga yang menangani segala urusan rumah tangga, seperti memperbaiki lampu yang rusak, mengganti galon air, hingga mencuci pakaian.

Kemampuan membeli waktu ini membuat mereka lebih fokus pada hal-hal yang benar-benar penting bagi mereka, seperti mengembangkan bisnis atau menambah kekayaan. Sebaliknya, bagi mereka yang masih berada di tahap berjuang, waktu sering kali habis untuk mengurus berbagai hal sendiri.

Misalnya, seseorang yang sudah berkeluarga dan memiliki rumah sendiri masih harus mengurus rumah tangga, berangkat ke kantor menggunakan transportasi umum, atau mengendarai kendaraan pribadi sendiri. Jika dihitung, waktu yang terbuang untuk hal-hal tersebut bisa mencapai 2–3 jam per hari atau lebih dari 900 jam per tahun.

Bagi orang yang sangat kaya, waktu tersebut bisa mereka beli dengan membayar tenaga kerja untuk menangani tugas-tugas tersebut. Namun, bagi mereka yang kekayaannya masih tergolong menengah—misalnya dengan pendapatan Rp70 juta per bulan—pengeluaran untuk membayar sopir dan asisten rumah tangga sebesar Rp8–10 juta per bulan masih terasa cukup besar.

0 Komentar