Selain dalam kehidupan pribadi, para konglomerat juga memiliki sistem yang memungkinkan mereka untuk mendelegasikan berbagai urusan keuangan. Mereka biasanya memiliki family office, yaitu tim yang mengelola keuangan keluarga.
Jika mereka berhasil mengumpulkan aset senilai ratusan miliar rupiah, mereka akan mempekerjakan para profesional, seperti manajer portofolio investasi, yang membantu mengelola aset mereka. Selain itu, jika mereka ingin berinvestasi dalam bisnis baru, akan ada tim khusus yang membantu mencari peluang investasi terbaik.
Singkatnya, dengan kekayaan yang sangat besar, mereka dapat mendelegasikan banyak hal, sehingga mereka memiliki lebih banyak waktu untuk fokus pada hal yang benar-benar penting bagi mereka.
Baca Juga:Proyek IKN Resmi Mangkrak! Ini 6 Alasan Awal Pemerintah Ingin Bangun Ibu Kota BaruCara Buat Link Dana Kaget Resmi Langsung dari Aplikasi Tanpa Ribet
2. Kecerdasan Pengelolaan Keuangan
Faktor kedua adalah pengelolaan keuangan yang sangat terjaga. Mayoritas individu di level konglomerat tidak mempertaruhkan seluruh kekayaannya dalam investasi yang berisiko tinggi. Sangat sedikit dari mereka yang menerapkan strategi investasi agresif, seperti “all in” ke dalam instrumen yang sangat fluktuatif.
Sebagai contoh, Elon Musk masih menggunakan saham perusahaannya sebagai jaminan untuk mengambil pinjaman guna mengakuisisi bisnis lain, seperti Twitter. Namun, secara umum, konglomerat tidak menerapkan strategi seperti ini. Sebaliknya, mereka cenderung konservatif dan mengutamakan diversifikasi aset.
Misalnya, jika seseorang memiliki kekayaan sebesar Rp1 triliun, alokasi investasinya akan dibagi secara hati-hati. Hanya sebagian kecil, sekitar 10–20%, yang ditempatkan di aset berisiko tinggi, seperti saham atau properti spekulatif.
Bahkan, untuk instrumen yang lebih volatil seperti cryptocurrency, alokasinya bisa kurang dari 1%. Sebagian besar aset mereka dialokasikan ke investasi yang lebih stabil, seperti saham perusahaan mapan (blue-chip) hingga 20–30%, sedangkan sisanya ditempatkan di instrumen yang lebih aman, seperti deposito dan obligasi negara.
Tujuan utama mereka adalah menjaga kekayaan agar tetap tumbuh dari tahun ke tahun tanpa risiko kehilangan modal utama (principal). Mindset inilah yang membuat mereka sangat sulit untuk jatuh miskin. Prinsip ini juga diwariskan dari generasi ke generasi, sehingga pola pengelolaan kekayaan tetap berkelanjutan.
Selain itu, banyak konglomerat yang telah menyiapkan struktur keuangan berupa trust. Dalam daftar 100 konglomerat terkaya di Indonesia, penggunaan trust sudah menjadi hal yang umum. Secara hukum, trust tidak tersedia di Indonesia, tetapi mereka menempatkan asetnya di entitas luar negeri yang berfungsi sebagai pengelola kekayaan keluarga.