5 Faktor Penyebab Konglomerat Sulit Jatuh Miskin

Konglomerat Sulit Jatuh Miskin
Image: Ilustrasi/Unsplash
0 Komentar

Melalui trust, seorang konglomerat dapat mengatur bagaimana kekayaannya diwariskan kepada keturunannya. Misalnya, anak-anaknya tidak bisa langsung mengambil seluruh aset warisan, tetapi hanya berhak atas hasil investasi atau bunga dari dana yang telah ditempatkan di trust. Jika dana pokok yang dikelola trust mencapai Rp1 triliun, dengan tingkat pengembalian tertentu, anaknya mungkin hanya menerima puluhan hingga ratusan miliar rupiah per tahun sebagai penghasilan pasif.

Dengan sistem ini, kekayaan keluarga tetap terjaga lintas generasi dan kecil kemungkinan untuk hilang secara tiba-tiba. Bahkan jika seorang konglomerat mengambil pinjaman dalam jumlah besar dengan jaminan pribadi, aset yang sudah ditempatkan dalam trust tidak akan tersentuh. Oleh karena itu, meskipun secara kasat mata seseorang terlihat mempertaruhkan asetnya, pada kenyataannya, mereka tetap memiliki cadangan kekayaan yang aman.

Singkatnya, pengelolaan keuangan yang disiplin dan strategi diversifikasi yang matang menjadi faktor utama mengapa para konglomerat sangat sulit untuk jatuh miskin.

Baca Juga:Proyek IKN Resmi Mangkrak! Ini 6 Alasan Awal Pemerintah Ingin Bangun Ibu Kota BaruCara Buat Link Dana Kaget Resmi Langsung dari Aplikasi Tanpa Ribet

3. Kesempatan Dapat Proyek Besar

Faktor ketiga adalah kesempatan untuk mengelola proyek berskala besar. Dalam dunia bisnis, terdapat berbagai jenis proyek, mulai dari yang kecil hingga yang bernilai triliunan rupiah.

Sebagai contoh, jika ada peluang untuk membangun pembangkit listrik tenaga nuklir di Indonesia dengan kebutuhan dana sebesar Rp1 triliun, siapa yang memiliki kapasitas untuk mengambil proyek tersebut? Tentu saja, para konglomerat yang memiliki modal besar.

Kesempatan untuk menangani proyek-proyek strategis dengan potensi keuntungan tinggi lebih sering diberikan kepada mereka karena faktor kepercayaan, kredibilitas, serta kapasitas finansial dan manajerial yang telah terbukti.

Para konglomerat juga tidak serta-merta menggunakan seluruh dana pribadinya dalam proyek besar. Mereka memiliki kemampuan untuk menarik investor, bekerja sama dengan konsultan profesional, serta melakukan analisis mendalam sebelum mengambil keputusan.

Karena reputasi dan pengalaman mereka, peluang semacam ini datang secara alami kepada mereka, menciptakan efek domino dalam dunia bisnis.

Sebaliknya, individu dengan kekayaan terbatas tidak memiliki akses terhadap proyek berskala besar. Misalnya, seseorang yang memiliki bengkel mobil dengan pendapatan tahunan Rp5 miliar tentu tidak akan ditawari kesempatan untuk membangun pembangkit listrik tenaga nuklir. Proyek semacam ini hanya diberikan kepada kelompok bisnis besar yang memiliki relasi luas dan kapasitas keuangan yang memadai.

0 Komentar