SUKABUMI EKSPRES – Apakah Anda sadar bahwa semakin ke sini, semakin banyak pasangan yang bercerai akibat standar TikTok? Tidak sedikit orang yang meyakini bahwa pernikahan harus selalu sempurna, penuh kejutan, dan ketika menghadapi masalah sekecil apa pun, solusi yang dianggap tepat adalah berpisah.
TikTok telah menjadi lebih dari sekadar platform hiburan. Banyak orang menyerap pola pikir baru dari sana, termasuk dalam hal hubungan dan pernikahan. Beragam kutipan, cerita, serta tren yang beredar di TikTok membuat sebagian orang merasa bahwa hubungan mereka tidak ideal atau bahkan salah. Akibatnya, mereka mulai berpikir bahwa perceraian adalah keputusan terbaik.
Jika kita melihat lebih dalam, fenomena ini bukan sekadar tren biasa. Ada aspek psikologis di baliknya serta efek sosial yang membuat orang lebih mudah mengambil keputusan terhadap hal-hal yang dulu dianggap serius, termasuk pernikahan.
Baca Juga:Ikuti Cara Pinjam Saldo Dana Tanpa KTP dan Fitur 'Minta' Mungkin Akan Berguna5 Rekomendasi Mobil Listrik Termurah di Indonesia Pada 2025 Pilihan Paling Compact
Lebih dari itu, persoalan ini bukan hanya tentang individu, tetapi juga bagaimana budaya kita mulai terbentuk oleh algoritma TikTok. Kami akan mengulasnya secara mendalam, mulai dari pengaruh kutipan TikTok, normalisasi perceraian sebagai bentuk self-love, bias kognitif, hingga permasalahan lainnya.
Bahaya Standar Tiktok untuk Pernikahan
Kali ini, kami akan membahas bagaimana TikTok dapat memicu perceraian melalui berbagai mekanisme sosial dan psikologis yang terjadi di dalamnya.
1. Pengaruh Quotes Tiktok
Anda pasti pernah melihat kutipan yang muncul di TikTok, seperti “Jika pasanganmu sendiri sudah tidak bisa menghargaimu, tidak ada lagi yang perlu dipertahankan.” Sekilas, pernyataan ini terdengar benar dan masuk akal. Namun, masalahnya adalah kutipan semacam ini sering kali diambil tanpa konteks.
Dalam sebuah hubungan, komunikasi adalah hal yang paling fundamental. Jika ada masalah, langkah yang seharusnya diambil adalah berdiskusi dan mencari solusi bersama. Namun, dengan adanya kutipan yang hanya memvalidasi perasaan tanpa memberikan cara untuk menyelesaikan masalah, banyak orang menjadi semakin enggan untuk berdiskusi.
Beberapa orang merasa cukup divalidasi oleh kutipan tersebut, lalu akhirnya semakin menjauh dari pasangannya, alih-alih berusaha memperbaiki hubungan.
Selain itu, algoritma TikTok sangat agresif. Begitu seseorang menonton satu video tentang hubungan toxic atau self-love, mereka akan terus disodori ratusan video serupa. Tanpa disadari, mereka mulai mempercayai bahwa hubungan mereka memang tidak sehat, meskipun sebenarnya masih bisa diperbaiki.