Salah satu contoh nyata terjadi di Jawa Barat, di mana sejumlah destinasi wisata menjadi sorotan akibat maraknya pungli. Data dari Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) Jawa Barat menunjukkan bahwa kasus pungli ditemukan di Kabupaten Bogor, Kota Bandung, dan beberapa daerah lainnya. Meskipun telah dilakukan operasi penindakan, efek jera yang diharapkan masih belum cukup kuat untuk menghentikan praktik ini.
Dalam psikologi kriminal, terdapat konsep low deterrence effect, yaitu kondisi di mana seseorang tetap melakukan pelanggaran karena mengetahui bahwa hukumannya ringan atau kecil kemungkinan mereka tertangkap. Ketika seseorang melihat orang lain dapat melakukan hal yang sama tanpa konsekuensi serius, mereka pun terdorong untuk ikut melakukan pelanggaran.
Di beberapa daerah wisata, pungli bahkan berkembang lebih luas karena adanya “uang koordinasi” yang melibatkan oknum tertentu. Uang ini sebenarnya merupakan pungli dalam skala yang lebih besar, di mana pihak yang seharusnya menindak justru ikut menikmati hasilnya. Selama sistem hukum masih dapat dimanipulasi, pungli akan terus terjadi dan sulit diberantas.
Baca Juga:3 Pola Pikir Keliru untuk Menutupi Kesalahan, Malah Akan Menghambat KemajuanIntip Spesifikasi Lenovo Legion Go S Sebagai PC Gaming Genggam Terhype Buat Para Gamers
Para pelaku pungli bukan hanya bertindak atas dasar keberanian atau niat jahat, tetapi juga karena mereka menyadari bahwa hukuman yang ada tidak cukup kuat untuk menimbulkan ketakutan. Selama efek jera tetap lemah dan masih ada celah untuk melakukan pungli tanpa konsekuensi hukum yang tegas, praktik ini akan terus menjadi bagian dari sistem yang sulit dihentikan.
3. Normalisasi Perilaku
Apakah Anda menyadari bahwa pungli di tempat wisata seolah telah menjadi hal yang biasa bagi sebagian orang? Bahkan, ada yang menganggapnya bukan lagi sebagai pungutan liar, melainkan bagian dari tradisi.
Dalam psikologi, fenomena ini disebut desensitization, yaitu ketika sesuatu yang awalnya dianggap salah perlahan-lahan menjadi hal yang biasa karena terlalu sering terjadi. Misalnya, saat pertama kali mengalami pungli di tempat wisata, seseorang mungkin merasa kesal.
Namun, jika setiap kali mengunjungi destinasi wisata yang berbeda mengalami hal yang sama, lambat laun hal tersebut akan dianggap sebagai sesuatu yang wajar.