3 Penyebab Utama SDM di Indonesia Rendah Bikin Negara Carut-Marut

SDM Indonesia Rendah
Penyebab SDM di Indonesia Rendah
0 Komentar

Di ruang publik, praktik serupa juga sering terjadi. Misalnya, di beberapa titik putar balik di jalan raya, ada pihak-pihak yang “menjaga” akses tersebut. Awalnya, mereka mungkin berniat membantu pengendara, tetapi kini banyak yang justru marah jika tidak diberikan uang, padahal itu merupakan fasilitas umum.

Contoh lain adalah keberadaan tukang parkir liar di minimarket, di mana seharusnya masyarakat tidak perlu membayar, tetapi tetap ditagih. Selain itu, masih banyak infrastruktur publik yang dicuri, seperti lampu jalan, baut pagar, dan fasilitas lainnya. Bahkan, kebiasaan sesederhana membuang sampah sembarangan pun masih banyak dilakukan.

Jika direnungkan, pemerintah pada awalnya juga berasal dari masyarakat biasa. Jika budaya suap dan korupsi telah tertanam dalam kehidupan sehari-hari, maka ketika seseorang menduduki jabatan di pemerintahan, besar kemungkinan ia akan membawa kebiasaan tersebut ke dalam sistem pemerintahan.

Baca Juga:Review Lengkap Asus Zenbook A14 Sebagai Laptop Tipis Berfitur Luar BiasaPahami Setuasi Kerja di Jerman Tahun 2025 Sebelum Memutuskan Pindah ke Sana

Selain itu, ada pula fenomena di mana banyak orang yang merasa lebih pintar dari yang lain, sehingga mudah meremehkan atau bahkan merundung (bullying). Di era digital saat ini, hal ini semakin terlihat, terutama di kolom komentar media sosial.

Banyak orang yang gemar mengkritik dan merendahkan orang lain, tetapi jika dihadapkan langsung, mereka cenderung menghindar. Ironisnya, ketika ada individu yang benar-benar memiliki wawasan luas dan ingin mengedukasi masyarakat, justru sering menjadi sasaran perundungan oleh mereka yang merasa paling benar.

Masih banyak sisi gelap dalam budaya masyarakat Indonesia yang sulit untuk diuraikan satu per satu. Namun, yang pasti, kebiasaan-kebiasaan ini menjadi salah satu faktor yang menghambat kemajuan bangsa.

2. Terlalu Santai dan Serba Maklum

Masyarakat Indonesia cenderung terlalu santai dan memiliki budaya serba maklum. Pelanggaran aturan sering kali dimaafkan dengan berbagai alasan. Misalnya, menerobos lampu merah karena terburu-buru, datang terlambat ke rapat penting karena macet, atau proyek yang hasilnya tidak maksimal karena mengaku ada hambatan. Semuanya seolah dapat dimaklumi.

Akibatnya, batas antara kesalahan yang dapat ditoleransi dan yang seharusnya diperbaiki menjadi kabur. Hal-hal kecil yang salah dibiarkan terus-menerus hingga akhirnya berkembang menjadi masalah yang lebih besar. Dampaknya? Masyarakat menjadi kurang disiplin.

0 Komentar