Contohnya, penggunaan jalan umum secara berlebihan untuk acara pernikahan. Apakah ini dapat dimaklumi? Seharusnya tidak, karena jalan dibangun untuk kepentingan publik, bukan untuk kepentingan segelintir orang yang merasa berhak menggunakannya hanya karena mereka “warga asli” di daerah tersebut.
Selain itu, banyak orang menganggap zaman sekarang aman dan nyaman, sehingga semuanya dijalani dengan santai. Sayangnya, sikap ini menyebabkan menurunnya budaya kerja keras di Indonesia. Masyarakat lebih tertarik pada hiburan, dan sering kali justru hiburan inilah yang menghambat perkembangan SDM.
Bandingkan dengan Jepang, salah satu negara maju yang dikenal dengan etos kerja tinggi. Masyarakat Jepang terbiasa bekerja keras dan memiliki rasa tanggung jawab yang besar. Mereka lebih memilih menyelesaikan pekerjaan dengan baik daripada bersantai tanpa tujuan. Bahkan, pejabat pemerintah di Jepang cenderung mengundurkan diri jika merasa tidak kompeten dalam menjalankan tugasnya.
Baca Juga:Review Lengkap Asus Zenbook A14 Sebagai Laptop Tipis Berfitur Luar BiasaPahami Setuasi Kerja di Jerman Tahun 2025 Sebelum Memutuskan Pindah ke Sana
Berbeda dengan Indonesia, di mana masih banyak oknum yang sering mengambil cuti tetapi tidak menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Beberapa pejabat juga terlihat bekerja asal-asalan, yang penting keuntungan pribadi tetap masuk. Contohnya, proyek pembangunan toilet dengan anggaran ratusan juta rupiah, tetapi hasilnya jauh dari standar yang seharusnya.
Budaya serba maklum ini perlu diubah agar disiplin dan tanggung jawab dapat menjadi bagian dari kehidupan masyarakat, sehingga Indonesia dapat lebih maju dan berkembang.
3. Doktrin dan Sistem Yang Salah
Pernahkah Anda mendengar seseorang berkata, “Untuk apa sekolah tinggi-tinggi? Lebih baik langsung cari kerja.” atau “Jangan punya cita-cita aneh-aneh, yang penting realistis saja.”? Padahal, untuk mencapai kemajuan, seseorang harus berani menghadapi risiko. Jika semua orang hanya mencari jalan yang aman dan pasti, bangsa ini tidak akan pernah berkembang.
Banyak doktrin yang diwariskan dari generasi ke generasi yang justru membatasi potensi individu. Padahal, tanpa disadari, mereka mungkin memiliki kemampuan yang jauh lebih besar dari yang mereka kira. Inilah yang disebut mental block, suatu pola pikir yang membatasi seseorang untuk berkembang.
Seolah-olah, masyarakat sengaja dibuat tidak memiliki akses luas terhadap pendidikan dan ilmu pengetahuan. Ada pihak-pihak tertentu yang merasa terancam jika masyarakat menjadi lebih pintar, karena hal tersebut dapat mengganggu stabilitas kekuasaan dan keuangan mereka. Oleh karena itu, berbagai distraksi diciptakan agar masyarakat tetap berada dalam zona nyaman.