Jika pemerintah Mumbai tetap ingin mempertahankan FSI yang rendah, maka mereka harus meningkatkan penegakan hukum. Tanpa regulasi yang ketat, pembangunan permukiman kumuh ilegal tidak akan bisa dikendalikan.
Saat ini, pemerintah Mumbai menghadapi dilema: jika mereka menaikkan FSI, dikhawatirkan akan terjadi lonjakan migrasi yang lebih parah dan membuat infrastruktur kota kolaps. Namun, jika FSI tetap rendah, mereka juga tidak mungkin menggusur Dharavi, karena kawasan ini sudah berkembang terlalu besar. Kondisi ini membuat pemerintah berada dalam posisi yang serba salah, seolah tidak ada harapan lagi untuk mengatasi masalah perumahan di Mumbai.
10. Kekacauan Lalu Lintas
Selain masalah perumahan, transportasi di India juga menghadapi banyak kendala. Lalu lintas di kota-kota besar sangat kacau. Lampu merah sering diabaikan, persimpangan tidak teratur, dan jumlah jalan tidak sebanding dengan kepadatan kendaraan.
Baca Juga:Waspada Penipuan Game Penghasil Uang, Kenali 5 Ciri-Cirinya yang MencurigakanNASA Jelaskan Asteroid 2024 YR4 Berisiko Hantam Bumi, Kekuatan Bisa Lebih dari Bom Atom Hiroshima
Mobil paling laris di India adalah produk Suzuki karena harganya paling terjangkau. Namun, tantangan terbesar justru ada pada sistem perkeretaapian. Kereta di India, terutama kereta antar kota, sangat buruk kondisinya.
Sebagai contoh, satu gerbong yang kapasitas maksimalnya hanya 90 orang sering diisi hingga 200 orang. Hal ini terjadi karena permintaan perjalanan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah kereta yang tersedia.
Kepadatan yang ekstrem ini menyebabkan kebersihan di dalam kereta sulit terjaga. Bahkan, petugas kebersihan pun kesulitan masuk karena kondisi yang terlalu padat. Akibatnya, kebersihan di dalam gerbong tidak terawat dengan baik.
Masalah lain datang dari sisi bisnis perkeretaapian. Perusahaan kereta api India (setara dengan PT KAI di Indonesia) mengalami dilema dalam mengelola gerbong ekonomi. Jika mereka menambah jumlah gerbong kelas ekonomi, mereka akan mengalami kerugian secara finansial karena tarifnya sangat murah.
Sebaliknya, mereka lebih diuntungkan dengan menambah gerbong eksekutif ber-AC, yang lebih menguntungkan secara ekonomi. Namun, mayoritas pengguna kereta di India adalah masyarakat berpenghasilan rendah yang hanya mampu membeli tiket gerbong ekonomi. Jika mereka dipaksa membeli tiket kelas eksekutif, mereka tidak akan mampu.
Situasi ini menunjukkan bahwa pemerintah dan operator kereta api di India menghadapi tantangan besar dalam menyeimbangkan aspek bisnis dengan kebutuhan transportasi masyarakat kelas menengah ke bawah.