Tahlilan Bisa Menyusahkan Keluarga Mendiang, Pahami Dulu Makna Tradisi Ini

Tahlilan
Tahlilan dianggap menyusahkan?
0 Komentar

Dalam masyarakat kita, khususnya bagi mereka yang mengadakan acara tahlilan, status ekonomi seseorang sering kali dinilai dari seberapa mewah berkat dan hidangan yang disajikan. Semakin kaya seseorang, semakin mewah pula berkat dan hidangannya.

Hal ini kemudian memunculkan dinamika sosial, di mana tahlilan yang awalnya bertujuan untuk mendoakan dan bersedekah bagi orang yang telah meninggal berubah menjadi ajang kompetisi sosial yang tidak sehat.

Demi mendapatkan status sosial yang lebih tinggi dan menghindari stigma sebagai orang pelit atau tidak mengikuti kebiasaan masyarakat, banyak orang rela mengeluarkan biaya besar demi menyelenggarakan tahlilan.

Baca Juga:Lengkap Link Jadwal Imsakiyah Ramadhan 2025 di 38 Provinsi Seluruh IndonesiaDaftar 9 Nama dan Wajah Tersangka Kasus Korupsi Pertamina Patra Niaga Beserta Perannya

Sebagai contoh, fenomena yang viral di media sosial memperlihatkan warga Bojonegoro mengadakan tahlilan dengan membagikan kipas angin kepada para tamu. Para warga pun terlihat bahagia membawa kipas angin tersebut ke rumah masing-masing.

Secara hukum Islam, tahlilan sebenarnya bukan bagian dari ajaran furu’iyah (cabang dalam Islam), melainkan hasil akulturasi antara tradisi masyarakat Jawa dengan ajaran Islam.

Pada zaman dahulu, ketika ada kematian, masyarakat mengadakan acara jagongan—atau dalam bahasa Indonesia setara dengan begadang di rumah duka—yang disertai dengan sesajen. Namun, praktik tersebut sering kali diisi dengan hal-hal yang kurang baik.

Melihat kondisi tersebut, para ulama terdahulu berupaya memasukkan nilai-nilai Islam ke dalam ritual tersebut sebagai bagian dari dakwah, tanpa menghilangkan tradisinya secara keseluruhan.

Konsepnya kemudian diubah, di mana kegiatan yang mengandung unsur maksiat digantikan dengan pembacaan kalimat-kalimat thayyibah, dan sesajen yang sebelumnya dipersembahkan untuk leluhur dialihkan menjadi sedekah bagi para tamu yang hadir.

Terkait dengan amalan tahlilan, beberapa rujukannya dapat ditemukan dalam kitab Tabyinul Haqq Syarh Az-Zurq juz 5 halaman 131, yang ditulis oleh Utsman bin Ali Azza. Dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa seseorang diperbolehkan menjadikan pahala amalnya untuk orang lain.

Menurut pendapat Ahlus Sunnah Wal Jamaah, pahala dari segala bentuk amal baik, seperti salat, puasa, haji, sedekah, bacaan Al-Qur’an, zikir, dan lainnya, dapat sampai kepada orang yang telah meninggal dan memberikan manfaat bagi mereka.

0 Komentar