Terkait dengan sedekah yang dilakukan untuk orang yang telah meninggal, pendapat ini didasarkan pada hadis riwayat Aisyah radhiallahu anha:
“Ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ‘Wahai Rasulullah, ibuku meninggal secara tiba-tiba. Aku menduga, seandainya ia sempat berbicara, tentu ia akan bersedekah. Jika aku bersedekah atas namanya, apakah pahalanya akan sampai kepadanya?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ya’.” (HR. Muslim)
Mengomentari hadis ini, Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim Juz 7 halaman 90 menyatakan bahwa hadis tersebut menjelaskan manfaat bersedekah untuk orang yang telah meninggal serta sampainya pahala sedekah kepada mereka. Para ulama pun telah bersepakat bahwa pahala sedekah yang dilakukan untuk orang yang telah meninggal akan sampai kepadanya.
Baca Juga:Lengkap Link Jadwal Imsakiyah Ramadhan 2025 di 38 Provinsi Seluruh IndonesiaDaftar 9 Nama dan Wajah Tersangka Kasus Korupsi Pertamina Patra Niaga Beserta Perannya
Jika referensi ini dikaitkan dengan acara tahlilan, memang terdapat korelasi. Dalam satu rangkaian tahlilan, terdapat unsur-unsur dari pendapat di atas, seperti pembacaan Al-Qur’an, zikir, dan sedekah. Namun, yang menjadi pembahasan utama adalah bagaimana masyarakat menerapkannya, terutama dalam aspek sedekah.
Sering kali, tahlilan berubah menjadi ajang adu gengsi dalam hal berkat dan hidangan, di mana kehormatan seseorang diukur dari kemewahan sajian yang diberikan. Hal ini menyebabkan pergeseran niat awal dari amal saleh menjadi sebuah perlombaan sosial yang tidak sehat.
Bagi mereka yang berasal dari kelas ekonomi menengah ke atas, hal ini mungkin bukan masalah. Namun, dalam suatu masyarakat tentu terdapat kelompok dengan ekonomi yang lebih rendah, yang merasa terpaksa mengikuti standar sosial yang ada dalam acara tahlilan. Padahal, agama secara jelas melarang sikap berlebihan dalam segala hal.
Dalam bukunya The Religion of Java, Clifford Geertz menjelaskan bahwa tradisi ini berfungsi sebagai bentuk solidaritas sosial, tetapi di sisi lain juga dapat menjadi beban bagi individu yang kurang mampu.
Dalam masyarakat, terdapat perbedaan kelas ekonomi dari menengah ke atas hingga menengah ke bawah, yang kemudian berkumpul dalam acara tahlilan. Keluarga yang lebih mampu dapat mengadakan tahlilan dengan skala yang lebih besar dan hidangan yang lebih mewah, sementara keluarga yang kurang mampu harus berusaha keras untuk menyesuaikan diri dengan standar tersebut.