Pernahkah Anda melihat kasus di mana seseorang menjadi korban dalam suatu lingkungan, tetapi tidak ada satu pun tetangganya yang berani membela? Ini bukan hanya karena mereka tidak peduli, melainkan karena mereka takut terhadap dampak sosial jika ikut campur.
Contoh paling nyata dapat ditemukan di dunia kerja. Seseorang yang awalnya idealis dan memiliki prinsip bisa saja lama-kelamaan ikut melakukan hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilainya, hanya karena semua orang di sekitarnya melakukan hal yang sama. Mereka tidak berani menolak karena takut dikucilkan dari lingkaran kolega.
Yang lebih berbahaya lagi, ketakutan ini bisa membuat seseorang kehilangan jati dirinya. Ia mulai hidup berdasarkan ekspektasi orang lain, bukan karena itu yang benar-benar ia inginkan.
Baca Juga:Catat! Ini Jadwal Flash Sale KAI Diskon Tiket Jelang Lebaran 2025Kiat Lengkap Menangani Mobil Terendam Banjir hingga Mesin Rusak Tak Perlu Langsung Panik
Mereka bisa berpakaian, berbicara, dan bertindak dengan cara yang sebenarnya tidak mereka sukai hanya demi diterima di lingkungan sosial. Yang terpenting bagi mereka adalah tidak dianggap aneh atau berbeda sendiri. Hal ini tidak hanya membuat seseorang terjebak dalam budaya yang toksik, tetapi juga dapat berdampak buruk pada kesehatan mental.
Hidup dalam tekanan sosial yang terus-menerus dapat membuat seseorang lebih mudah mengalami stres, kecemasan, bahkan depresi. Mereka selalu memikirkan, “Jika saya mengambil keputusan ini, apa kata orang nanti?” Padahal, hidup seharusnya tidak hanya berfokus pada memuaskan ekspektasi orang lain.
Pernahkah Anda melihat seseorang yang awalnya biasa saja dalam lingkungan sosialnya, tetapi ketika ia mulai meraih kesuksesan, justru menjadi bahan perbincangan? Awalnya, orang-orang di sekitarnya terlihat bangga, bahkan ikut menumpang cerita, seperti, “Oh, dia dulu teman saya” atau “Saya sering mengobrol dengannya dulu.” Namun, semakin sukses orang tersebut, semakin banyak pula komentar negatif yang muncul.
Gosip mulai berkembang, mulai dari spekulasi tentang sumber kekayaannya, tuduhan bahwa ia pasti menggunakan cara curang, hingga anggapan bahwa ia telah melupakan asal-usulnya. Fenomena ini bukan sesuatu yang baru. Bahkan, di banyak negara, hal ini dikenal dengan istilah Tall Poppy Syndrome.
Bayangkan sebuah kebun bunga di mana semua bunga tumbuh dengan tinggi yang sama. Namun, ketika ada satu bunga yang tumbuh lebih tinggi dari yang lain, orang-orang justru ingin memotongnya agar sejajar kembali. Metafora ini menggambarkan bagaimana masyarakat cenderung tidak suka jika ada seseorang yang terlalu menonjol dibandingkan mereka.