3. Need (Kebutuhan)
Selain itu, mereka juga terdorong oleh kebutuhan. Walaupun terdengar aneh, dalam teori GONE, seseorang bisa melakukan korupsi karena merasa butuh, meskipun kebutuhan itu hanya bersifat persepsi, bukan kenyataan.
Contohnya, seorang pejabat yang sudah bergaji tinggi tetapi memiliki gaya hidup yang lebih mewah daripada pendapatannya—memiliki banyak rumah, koleksi mobil mewah, selalu mentraktir orang lain, dan sebagainya. Karena gaya hidupnya jauh di atas kemampuannya, ia otomatis merasa butuh uang lebih banyak.
Saya yakin Anda tidak asing lagi dengan kasus koruptor yang gaya hidupnya hedonis dan berlebihan. Coba tuliskan di kolom komentar kasus korupsi yang pernah Anda dengar akibat gaya hidup mewah—pasti Anda tahu salah satunya.
Baca Juga:44 Link Pengumuman SNBP 2025 Lengkap Beserta Jadwalnya, Buka Mulai Pukul 15.00Jadwal dan Penukaran Uang Baru di Cianjur, Sukabumi dan Cimahi Lebaran 2025
Yang lebih parah lagi, ada juga yang merasa perlu korupsi untuk bertahan di lingkungan kerjanya. Di beberapa instansi, termasuk di luar negeri, korupsi telah menjadi budaya. Jika seseorang tidak ikut terlibat, ia akan dikucilkan atau bahkan dianggap sebagai pengkhianat oleh rekan-rekannya sendiri.
4. Exposure (Pembenaran)
Hal yang menurut kami paling menarik dari teori GONE adalah unsur keempat, yaitu exposure atau pembenaran. Inilah yang paling berbahaya. Koruptor berani melakukan korupsi bukan hanya karena uang, tetapi karena mereka mampu membenarkan tindakan tersebut. Mereka akan mencari alasan agar tidak merasa bersalah, misalnya: “Semua orang juga melakukannya kok,” atau “Saya hanya mengambil sedikit,” atau “Saya sudah bekerja keras, masak tidak boleh mendapat lebih?”
Ketika otak sudah bisa membenarkan kesalahan, rasa bersalah karena melakukan kejahatan akan menipis, bahkan bisa hilang. Dari sinilah keberanian untuk melakukan korupsi muncul, tanpa memikirkan hak orang lain yang mereka rampas.
Selain teori GONE, ada pula teori lain yang tidak kalah mengerikannya, yaitu teori bahwa korupsi dapat menular. Lingkungan memiliki pengaruh besar terhadap perilaku manusia. Terkait hal ini, ada sebuah eksperimen menarik yang dilakukan oleh Dan Ariely, seorang psikolog yang meneliti kebiasaan manusia melalui bukunya berjudul The Honest Truth About Dishonesty. Dalam buku tersebut, terdapat banyak eksperimen yang mendalami perilaku ketidakjujuran.