Sejarah Dwifungsi ABRI Sebagai Cikal Bakal RUU TNI yang Hancurkan Demokrasi

RUU TNI
A.H. Nasution dan Presiden Soeharto
0 Komentar

Militer kala itu juga berperan besar dalam pembentukan Golongan Karya (Golkar), yang menjadi partai pemerintah Orde Baru. ABRI bahkan diwajibkan memenangkan Golkar dalam setiap pemilu. Tak berhenti sampai di situ, militer juga menguasai dunia bisnis, termasuk sektor ekonomi strategis seperti BUMN Pertamina dan Bulog. Setiap angkatan membentuk yayasan dan koperasi, salah satunya Yayasan Kartika Eka Paksi milik Angkatan Darat yang memiliki 26 perseroan terbatas pada era Orde Baru.

Pelaksanaan Dwifungsi ABRI ini mendapat banyak tantangan, baik dari tokoh masyarakat, intelektual, mahasiswa, bahkan dari kalangan militer sendiri. Dominasi militer atas sipil akibat Dwifungsi ABRI bertentangan dengan prinsip demokrasi. Isu ini pun menjadi salah satu tuntutan utama gerakan mahasiswa saat Reformasi 1998.

Setelah Soeharto lengser pada Mei 1998, tekanan untuk menghapus Dwifungsi ABRI semakin menguat. Pada Juli 1998, TNI mulai meninjau ulang peran sosial-politiknya. Istilah Dwifungsi ABRI tidak lagi digunakan, dan perubahan fungsi militer dilakukan secara bertahap. Dalam Rapat Pimpinan TNI pada 19–20 April 2000, diputuskan bahwa tentara keluar dari jalur politik dan fokus sebagai komponen utama pertahanan negara.

Baca Juga:3 Teori Alam Semesta dan Kehidupan di Luar Planet BumiKolesterol Malah Naik Saat Puasa Ramadan? Kenali 3 Penyebab Utamanya

Sejarah Dwifungsi ABRI pun berakhir di masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Pasca reformasi, peran militer dibatasi hanya dalam pengelolaan koperasi dan tidak lagi masuk ke ranah politik praktis.

Puluhan tahun setelah Reformasi 1998, kekhawatiran akan hidup kembalinya Dwifungsi TNI kini mencuat kembali. Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI disahkan melalui sidang paripurna di Gedung DPR RI, Jakarta, pada Kamis, 20 Maret 2025.

Dalam Undang-Undang TNI yang baru, prajurit TNI aktif kini dapat menduduki jabatan di 14 kementerian atau lembaga, meningkat dari sebelumnya hanya 10 lembaga. Beberapa di antaranya adalah:

– Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan

– Kementerian Pertahanan

– Dewan Pertahanan Nasional

– Kementerian Sekretariat Negara (terkait urusan kesekretariatan Presiden dan kesekretariatan militer Presiden)

– Badan Intelijen Negara (BIN)

– Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN)

– Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas)

– Badan SAR Nasional (Basarnas)

– Badan Narkotika Nasional (BNN)

– Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP)

– Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)

0 Komentar