Banyak dari Gen Z yang memutuskan untuk keluar dari bangku sekolah atau menolak peluang kerja karena terlalu terpaku pada passion. Padahal, tindakan tersebut justru mengurangi kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan modal finansial yang dibutuhkan untuk mewujudkan passion secara nyata.
Buku Grit karya Angela Duckworth menjelaskan bahwa ketekunan dan kerja keras secara konsisten—meskipun tidak berada di bidang yang paling kita sukai—sering kali menjadi kunci untuk membangun fondasi yang kuat demi kesuksesan jangka panjang.
Oleh karena itu, daripada hanya mengandalkan passion, lebih baik kita memulai dengan bekerja dan mengumpulkan pengalaman serta modal. Setelah itu, secara bertahap kita dapat mendukung dan mengembangkan passion tersebut dengan lebih realistis dan berkelanjutan.
Baca Juga:Sejarah Dwifungsi ABRI Sebagai Cikal Bakal RUU TNI yang Hancurkan Demokrasi3 Teori Alam Semesta dan Kehidupan di Luar Planet Bumi
4. Work Life Balance
Kesalahan berpikir keempat adalah ekspektasi terhadap work-life balance yang terlalu ideal. Banyak dari Gen Z mengidamkan pekerjaan yang mampu memberikan keseimbangan sempurna antara kehidupan pribadi dan profesional. Meskipun keseimbangan tersebut penting, ekspektasi yang berlebihan justru dapat membuat kita mengabaikan kenyataan bahwa setiap pekerjaan pasti membutuhkan pengorbanan.
Generasi sebelumnya, seperti Baby Boomers dan sebagian Milenial, dikenal dengan budaya hustle culture yang menekankan kerja keras tanpa kompromi demi mencapai hasil. Sementara itu, banyak Gen Z lebih memilih kenyamanan dan kemudahan, sehingga sering kali dianggap tidak tahan banting atau mudah merasa bosan.
Data dari berbagai survei juga menunjukkan bahwa kualitas kerja Gen Z dinilai kurang optimal oleh banyak manajer, karena ekspektasi mereka yang terlalu mengutamakan kenyamanan dibandingkan tantangan.
Untuk mengatasi hal ini, penting bagi kita untuk menyesuaikan standar kerja dengan realitas. Buku The Designing Decade karya McJay mengingatkan bahwa masa muda adalah periode krusial untuk membangun karier, meskipun harus melalui masa-masa penuh tantangan. Menerima kenyataan bahwa setiap pekerjaan memiliki sisi sulit akan membantu kita menjadi lebih tangguh dan siap bersaing dalam dunia kerja.
Tak dapat dipungkiri, data dan statistik memberikan gambaran nyata tentang kondisi pasar kerja saat ini. Misalnya, laporan dari Databox tahun 2022 mengungkapkan bahwa tingkat pengangguran tertinggi terjadi pada lulusan SMA, yakni mencapai 2,48 juta orang.