Sementara itu, guru-guru yang lebih kompeten atau memiliki gelar pendidikan yang lebih tinggi cenderung enggan mengajar di sekolah-sekolah tersebut. Dengan kualifikasi yang mereka miliki, mereka lebih memilih untuk mengajar di sekolah yang lebih berkualitas dan mampu memberikan gaji yang lebih layak.
Permasalahannya adalah ketika guru mengajar di sekolah-sekolah di pelosok atau sekolah yang baru berdiri, gaji yang mereka terima cenderung sangat kecil, terutama bagi mereka yang berstatus honorer. Akibatnya, banyak dari mereka berpikir bahwa dengan kualifikasi yang mereka miliki, seharusnya mereka bisa mengajar di sekolah yang lebih berkualitas daripada sekadar menerima pekerjaan di tempat yang menawarkan kompensasi rendah.
Karena banyak guru yang berpikir demikian, guru-guru berkualitas akhirnya menumpuk di sekolah-sekolah tertentu, sementara sekolah lain yang juga membutuhkan tenaga pengajar terpaksa menerima guru dengan standar kualifikasi yang lebih rendah. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika terjadi kesenjangan kualitas guru antara satu sekolah dengan sekolah lainnya.
Baca Juga:Oknum Guru Diduga jadi Pelaku Pedofilia di SukabumiOknum Guru Ngaji Diduga Cabuli Muridnya, Bermodus Ajari Tata Cara Salat di Sukabumi
Dalam dunia ekonomi, fenomena ini dapat dijelaskan melalui teori pasar tenaga kerja (labor market theory), di mana tenaga kerja dengan keterampilan lebih tinggi cenderung mencari pekerjaan yang menawarkan kompensasi lebih besar. Dampak dari kondisi ini adalah konsentrasi guru berkualitas hanya terjadi di sekolah-sekolah elit, sedangkan sekolah dengan anggaran rendah hanya mampu merekrut guru dengan kualifikasi standar.
3. Gaji Rendah
Faktor lain yang menyebabkan rendahnya kualitas guru di Indonesia adalah profesi guru yang tidak dianggap sebagai profesi yang bergengsi. Sebaliknya, profesi ini lebih sering dijadikan sebagai alternatif bagi seseorang untuk mendapatkan pekerjaan.
Sebagai contoh, kita semua mengetahui bahwa gaji guru di Indonesia sangat kecil, dan standar perekrutannya pun masih tergolong rendah. Akibatnya, profesi guru dipandang sebagai profesi yang biasa saja dan kurang memiliki daya tarik.
Sementara itu, profesi lain seperti dokter, pengacara, pilot, atau pejabat dipandang lebih bergengsi dan diminati oleh banyak orang. Bahkan, banyak orang rela berjuang keras demi mendapatkan profesi-profesi tersebut.
Hal ini terjadi karena profesi-profesi tersebut memiliki citra yang lebih prestisius di mata masyarakat, sehingga banyak orang yang berusaha meningkatkan kualitas diri untuk dapat meraihnya.