Sebaliknya, profesi guru tidak memiliki daya tarik yang cukup kuat karena kurangnya penghargaan terhadap profesi ini di Indonesia. Akibatnya, profesi guru sering kali dijadikan sebagai pilihan kedua bagi mereka yang belum mendapatkan pekerjaan lain.
4. Guru Lupa Peran Guru
Permasalahannya adalah bahwa profesi guru tidak hanya sebatas mengajar, tetapi juga membimbing peserta didik. Sayangnya, tidak semua orang memiliki kemampuan untuk membimbing anak-anak dengan baik. Akibatnya, banyak guru yang hanya mampu menjelaskan materi dari buku tanpa menggunakan metode pembelajaran yang menarik dan efektif.
Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi guru terbagi menjadi empat aspek, yaitu pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Namun, dalam realitas pendidikan saat ini, masih banyak ditemukan guru yang mudah tersinggung, emosional, atau bersikap pilih kasih terhadap murid. Padahal, dalam aspek kepribadian, seorang guru diwajibkan memiliki mental yang kuat, yang berarti tidak mudah terpengaruh secara emosional oleh perilaku murid.
Baca Juga:Oknum Guru Diduga jadi Pelaku Pedofilia di SukabumiOknum Guru Ngaji Diduga Cabuli Muridnya, Bermodus Ajari Tata Cara Salat di Sukabumi
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika masih ada guru yang mudah marah, jarang mengajar dan hanya memberikan tugas, atau menyampaikan materi dengan cara yang membosankan. Hal ini terjadi karena pada dasarnya mereka tidak cocok menjadi guru, tetapi terpaksa memilih profesi ini karena keterbatasan lapangan pekerjaan.
Solusi Meningkatkan Kualitas Guru di IndonesiaMasalah ini sebenarnya dapat diselesaikan dengan menjadikan profesi guru sebagai profesi yang eksklusif dan bergengsi. Salah satu caranya adalah dengan menaikkan gaji guru secara signifikan, tetapi dengan syarat standar perekrutan dan kompetensinya juga harus ditingkatkan secara drastis.
Sebagai contoh, apabila gaji guru dinaikkan menjadi Rp20 juta per bulan, maka standar kualifikasinya juga harus lebih tinggi sehingga tidak semua orang bisa dengan mudah diterima menjadi guru. Kebijakan seperti ini akan menciptakan persepsi bahwa profesi guru adalah profesi yang prestisius, sehingga orang-orang yang ingin menjadi guru akan berusaha keras untuk memenuhi standar yang ditetapkan.
Hal ini serupa dengan profesi dokter, pilot, atau profesi bergengsi lainnya, di mana hanya individu yang benar-benar kompeten yang dapat lolos seleksi. Dengan demikian, secara tidak langsung, mekanisme ini akan menyaring orang-orang yang tidak memiliki kompetensi yang memadai.