Zara bukan sekadar merek fashion biasa, melainkan pemimpin dalam industri fast fashion yang telah mengubah cara orang membeli pakaian. Kesuksesan ini bukan terjadi secara kebetulan, melainkan hasil dari kombinasi strategi bisnis yang cerdas, inovasi teknologi, serta pemahaman mendalam terhadap perilaku konsumen.
Kini, Zara termasuk dalam daftar 10 brand pakaian paling bernilai di dunia, dengan nilai merek sekitar 11 miliar dolar. Hal ini juga menjadikan pendirinya, Amancio Ortega, sebagai salah satu orang terkaya di dunia.
Sisi Gelap Zara
Namun, di balik kesuksesan dan pencapaiannya dalam menguasai industri global, Zara juga memiliki sisi gelap yang jarang diketahui sebagian orang. Brand ini sering menjadi sasaran kritik terkait isu lingkungan, etika tenaga kerja, hingga tuduhan plagiarisme desain—yakni menjiplak karya dari desainer lain.
Baca Juga:4 Faktor Penyebab Rendahnya Kualitas Guru di Indonesia dan Solusinya37 Kode Promo tiket.com Maret 2025 Spesial Lebaran Penuh Diskon Gede-Gedean
Zara dan perusahaan induknya, Inditex, telah beberapa kali mendapat kritik tajam terkait praktik tenaga kerja di pabrik-pabrik pemasok mereka. Eksploitasi ini kerap terjadi di negara-negara berkembang seperti Bangladesh, Turki, Brasil, dan Argentina, di mana para pekerja menerima upah yang sangat rendah dan bekerja dalam kondisi lingkungan yang buruk.
Beberapa laporan menyebutkan bahwa pekerja harus menjalani jam kerja yang sangat panjang tanpa kompensasi lembur yang layak. Misalnya, di Brasil, sebuah investigasi yang dilakukan oleh Kementerian Tenaga Kerja di São Paulo menemukan bahwa para pekerja di salah satu pemasok Zara dipekerjakan dalam kondisi yang memprihatinkan.
Mereka dipaksa bekerja hingga 16 jam sehari, tinggal di asrama sempit yang tidak layak huni, tanpa akses air bersih maupun ventilasi yang memadai. Beberapa buruh bahkan hanya dibayar sebesar 156 dolar per bulan, jauh di bawah upah minimum resmi Brasil saat itu. Dalam beberapa kasus, pekerja tidak diperbolehkan meninggalkan tempat kerja dan diancam apabila mencoba melarikan diri.
Akibat pelanggaran ini, Zara sempat dimasukkan ke dalam daftar perusahaan yang terlibat dalam kerja paksa oleh otoritas Brasil. Mereka kemudian dikenai denda dan diwajibkan memperbaiki kondisi kerja di seluruh rantai pasokan mereka.
Kasus serupa juga terjadi di Argentina dan Turki. Di Turki, pelanggan bahkan menemukan label tersembunyi dalam pakaian Zara yang bertuliskan: “Saya membuat pakaian yang Anda beli, tetapi saya belum dibayar.” Label ini merupakan bentuk protes dari para pekerja sebuah pabrik yang ditutup secara tiba-tiba tanpa membayarkan gaji mereka.