Seorang anggota DPRD Kabupaten Sukabumi bahkan mengonfirmasi bahwa kekosongan obat dan buruknya layanan RSUD Palabuhanratu memang tengah menjadi perhatian dewan. Hal ini memperkuat dugaan bahwa persoalan serupa tidak hanya dialami oleh Nurlela seorang diri.
Namun, alih-alih memperbaiki pelayanan, dugaan terbaru justru menyebut bahwa oknum pegawai rumah sakit melakukan perlawanan dengan cara yang tidak etis. Nurlela mengaku mendapat informasi bahwa beredar pesan berantai (broadcast) di grup WhatsApp internal yang berisi ajakan kepada pegawai rumah sakit untuk melaporkan akun media sosial miliknya secara massal. “Jadi malah dibalas seperti itu. Ada pesan WA yang beredar agar semua perawat dan pegawai ikut melaporkan akun saya. Ini bentuk pembungkaman!” tegas Nurlela.
Aksi ini jelas bertolak belakang dengan semangat pelayanan publik yang seharusnya terbuka terhadap kritik demi perbaikan. Jika benar, maka tindakan tersebut tak hanya mencederai etika profesi, tapi juga mencerminkan resistensi terhadap kontrol sosial.
Baca Juga:Pemkab Sukabumi Raih Opini WTP Ke-11 dari BPK RISatu Rumah di Palabuhanratu Terendam Air hingga 1 Meter
Kasus ini menjadi alarm keras bagi manajemen RSUD Palabuhanratu dan Pemerintah Kabupaten Sukabumi. Dalam era digital yang penuh keterbukaan informasi, suara warga tidak bisa lagi dianggap sepele. Alih-alih membalas kritik dengan intimidasi, rumah sakit milik pemerintah seharusnya menjadikan kritik sebagai bahan introspeksi d
an perubahan. (Mg5)