Program Dana Wakaf Bisa Berpotensi Riba, LBH Pro Ummat Minta Pemkot Sukabumi Evaluasi Skema Pengelolaannya

Istimewa
SOFWAN ZULFIKAR/SUKABUMI EKSPRES RAPAT DENGAR PENDAPAT: LBH Pro Ummat menghadiri rapat dengar pendapat dengan DPRD Kota Sukabumi menyikapi program wakaf uang yang diinisiasi Wali Kota Sukabumi Ayep Zaki, belum lama ini.
0 Komentar

SUKABUMI,SUKABUMI.JABAREKSPRES.COM – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pro Ummat mengendus adanya indikasi dugaan pelanggaran prinsip dasar syariah pada skema pengelolaan dan bagi hasil program wakaf dana abadi di Kota Sukabumi.

perwakilan LBH Pro Ummat, Budhy Lesmana, mengungkapkan kekhawatirannya atas mekanisme investasi dana wakaf abadi yang sebagian besar diarahkan pada instrumen sukuk atau surat utang syariah. Menurut Budhy, sekalipun Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa yang memperbolehkan penggunaan sukuk sebagai instrumen investasi syariah, faktanya di pasar modal, sukuk masih diatur peraturan teknis yang menetapkan bunga flat bagi emitem syariah yang menerbitkannya.

“Fakta di pasar modal, sukuk ini harus tunduk pada peraturan OJK yang mewajibkan pemberian bunga kepada pihak yang membeli sukuk. Maka ini jelas dan tegas merupakan riba,” tegas Budhy, kemarin (26/5).

Baca Juga:Bupati Sukabumi Minta Pemuda Tingkatkan Kapasitas, Kemandirian dan Partisipasi AktifPemdes Kebonmanggu Genjot Pembangunan Infrastruktur di Setiap Kedusunan

Dia menilai, keterikatan pada sistem bunga dan skema flat return di pasar modal membuat investasi dana wakaf melalui sukuk menjadi tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. “Salah satu ciri riba adalah adanya bunga tetap atau keuntungan yang dijanjikan secara flat. Ketika sukuk menjanjikan imbal hasil tetap, misalnya 6 persen, maka itulah riba,” jelasnya.

Budhy mengingatkan fatwa MUI Nomor 1/2004 tentang bunga bank yang tegas dinyatakan haram. “Ummat Islam harus jeli, fatwa MUI tentang sukuk semestinya tidak bertentangan dengan fakta MUI tentang bunga,” terangnya.

Dia juga mengkritisi substansi ideologis dari program dana wakaf abadi yang diusung Pemerintah Kota Sukabumi. Ia mempertanyakan apakah program ini benar-benar ingin menghadirkan alternatif ekonomi Islam yang menjawab kebutuhan umat, atau justru menjadi ‘pintu masuk’ praktik kapitalisme yang bertentangan dengan prinsip Islam.

“Jangan sampai label ‘wakaf’ hanya menjadi bungkus agama untuk membenarkan skema investasi yang sejatinya kapitalistik. Wakaf seharusnya dikelola untuk kesejahteraan umat secara langsung, bukan dijadikan alat menumpuk modal di bursa efek,” katanya.

Budhy mengingatkan, alasan kuat mayoritas ulama, terutama dari madzhab Imam Syafii yang banyak dijadikan rujukan di Indonesia, karena faktanya wakaf uang ini menimbulkan banyak kemadharatan. Berbeda dengan wakaf semisal tanah, kendaran, bangunan dan lainnya yang bersifat tetap, karena fisik bendanya tidak hilang saat akad wakaf diikrarkan. “Secara bahasa, wakaf itu maknanya menahan. Imam Syafii mendefinikan wakaf sebagai habsulmaal watasdiiqu alalmanfaatihi, menahan pokok harta wakaf dan mensodaqohkab manfaatnya. Kalau wakaf uang, ketika diserahkan uangnya, dan kemudian uang itu dikelola dengan cara diinvestasikan, maka fisik uangnya menjadi hilang. Secara ta’rif wakaf, maka fakta wakaf uang sudah tidak sesuai,” paparnya.

0 Komentar