SUKABUMI,SUKABUMI.JABAREKSPRES.COM – Keputusan Gubernur Jawa Barat yang menambah kuota jumlah rombongan belajar (rombel) dari semula 36 menjadi 50 siswa per kelas menuai kritik tajam dari DPRD Kota Sukabumi. Kebijakan yang tertuang dalam Keputusan Gubernur Jabar Nomor 463.1/Kep.323-Disdik/2025 ini dinilai tidak relevan, terutama untuk kondisi wilayah perkotaan seperti Sukabumi.
Anggota Komisi III DPRD Kota Sukabumi, Danny Ramdhani, menolak kebijakan tersebut. Legislator Fraksi PKS itu menilai kebijakan tersebut berpotensi memperbesar disparitas antara sekolah negeri dan swasta, serta berisiko mematikan keberlangsungan lembaga pendidikan swasta.
“Untuk Kota Sukabumi, saya menolak kebijakan itu. Lebih baik tidak diberlakukan karena akan memicu ketimpangan. Kota ini kecil, hanya 48 kilometer persegi, terdiri dari tujuh kecamatan dan 33 kelurahan. Sekolah swasta di tingkat SMA/SMK tersebar merata dan bisa memenuhi kebutuhan pendidikan masyarakat,” ujar Danny kepada wartawan, kemarin (13/7).
Baca Juga:Dinsos Kota Sukabumi Punya Program Quick Response 4.0, Cepat dan Tanggap PelayananHadapi IGA 2025, Bappeda Kota Sukabumi Siapkan Ratusan Inovasi
Menurut Danny, alasan yang digunakan Pemprov Jabar menambah jumlah rombel di sekolah negeri, yakni untuk mengakomodasi kebutuhan di daerah terpencil dan sekolah yang kekurangan siswa, tidak dapat diterapkan secara merata. Di Kota Sukabumi, sekolah swasta justru telah terbukti mampu menjadi penyangga sistem pendidikan.
“Jika sekolah negeri menampung hingga 50 siswa per kelas, bisa jadi siswa akan terpusat ke negeri dan sekolah swasta kehilangan murid. Ini bukan hanya berdampak pada sekolah, tapi juga kepada para guru swasta yang menggantungkan penghidupan mereka,” tegasnya.
Danny menekankan, solusi yang lebih tepat adalah meningkatkan dukungan operasional bagi sekolah swasta, sehingga mampu bersaing secara adil dengan sekolah negeri. Salah satunya, dengan memberikan subsidi agar biaya pendidikan di sekolah swasta dapat ditekan dan lebih terjangkau masyarakat.
“Pemprov Jabar seharusnya fokus pada pemerataan dukungan anggaran, bukan malah memperbesar kapasitas rombel di sekolah negeri. Jika sekolah swasta mendapatkan dukungan yang layak, masyarakat juga punya banyak pilihan dan tidak terjadi pengosongan,” ujarnya.
Dia juga menyoroti aspek kenyamanan dan efektivitas belajar. Menurutnya, memaksakan 50 siswa dalam satu ruang kelas akan berdampak pada kualitas interaksi guru dan siswa, serta berpotensi mengganggu proses pembelajaran. “Idealnya kelas menampung 36 sampai 40 siswa. Kalau jadi 50, ruang akan semakin padat, dan jarak antara guru dan siswa menjadi terlalu dekat. Ini tentu mengganggu kenyamanan dan efektivitas belajar,” terangnya.