CIDAHU,SUKABUMI.JABAREKSPRES.COM – Dampak kerusakan lingkungan akibat maraknya pembalakan liar di lereng Gunung Salak, tepatnya di Blok Cangkuang, Desa Cidahu, Kabupaten Sukabumi, semakin terasa. Aktivitas ilegal di kawasan yang termasuk wilayah Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) itu kini mengancam ketersediaan air dan kestabilan ekosistem hulu.
Salah satu tokoh masyarakat setempat, Rosadi (45), menuturkan bahwa penebangan masif yang berlangsung sekitar dua tahun terakhir telah menumbangkan belasan ribu pohon. Akibatnya, warga kini menghadapi krisis air bersih serta meningkatnya tingkat kekeruhan air. “Dulu air di sini jernih, tapi sekarang cepat keruh meski hujan sebentar. Kolam penampungan juga tidak lagi penuh seperti dulu. Ini semua karena kerakusan oknum yang membuka hutan tanpa izin. Kami berharap ada tindakan tegas dari aparat,” ujarnya, Sabtu (1/11/2025).
Menurutnya, dari hasil pantauan lapangan menunjukkan, sejumlah titik enklave di perbatasan Sukabumi–Bogor mengalami kerusakan hutan cukup parah.
Baca Juga:Ketua DPRD Dorong Fiskal Kota SukabumiPemkab Sukabumi Target Raih Hasil Memuaskan Penyelenggaraan PUG
Penebangan liar terindikasi dilakukan secara terorganisir dengan distribusi kayu menuju luar kawasan. Ironisnya, kerusakan justru terjadi di area yang seharusnya mendapat perlindungan negara.
Rosadi menambahkan, kawasan yang sebelumnya tertutup dan dijaga oleh pengelola Hak Guna Usaha (HGU) kini dirusak dan dibuka untuk kepentingan pribadi. Jalan baru bahkan dibuat di dalam kawasan hutan, memperparah degradasi lingkungan.
Kondisi ini juga menjadi perhatian Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang menilai meningkatnya bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, dan kekeringan di wilayah Sukabumi tak lepas dari kerusakan lingkungan di daerah hulu yang kehilangan fungsi resapannya.
Terpisah, Tim Advokasi Warga Cidahu dari Fraksi Rakyat, Rozak Daud, menuding adanya pihak-pihak yang secara serakah mengklaim tanah negara sebagai milik pribadi. “Ada oknum yang berlindung dengan dalih pemohon hak, lalu merusak lahan seenaknya. Padahal status tanah itu masih milik negara. Ini jelas bentuk keserakahan,” tegas Rozak.
Ia juga mengkritik aparat penegak hukum dan pemerintah daerah yang dinilai melakukan pembiaran. “Perusakan ini sudah lama terjadi, tapi tidak ada penegakan hukum. Apakah harus menunggu bencana dulu baru rakyat disalahkan? Kami mendesak kepolisian dan instansi terkait segera bertindak,” tambahnya.
