PALABUHANRATU – Dihamparan lahan pesisir Pantai Cipatuguran, Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, tanaman sorgum kini bukan sekadar komoditas pangan. Batang tanaman yang biasanya berakhir menjadi limbah pertanian, kini naik kelas menjadi bahan bakar “hijau” yang vital.
Di tangan PT PLN Indonesia Power (PLN IP), batang sorgum diproyeksikan menjadi biomassa pengganti batu bara (co-firing) untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Pelabuhan Ratu.
Langkah ini ditandai dengan seremoni penanaman perdana yang digelar hari ini, Selasa (25/11/25). Kegiatan ini merupakan realisasi dari inisiatif Build Indonesian Dream (BID), PT Berkah Inti Daya (BID).
Baca Juga:Minta Tutup Mulut, Diduga Rekaman Guru Cabul di Surade Beredar di WhatsAppWujudkan Sukabumi Mubarakah, Pemkab Gelar Sinergitas Kewilayahan
Program ini dirancang khusus untuk mendukung target Net Zero Emission (NZE) tahun 2060 sekaligus mendorong penggunaan energi ramah lingkungan berbasis sumber daya lokal.
Mengusung prinsip “Dual Impact”, program BID bertujuan menciptakan dampak ganda yakni mendukung transisi energi bersih bagi PLN, serta memberdayakan ekonomi masyarakat sekitar melalui kegiatan pertanian produktif.
Melalui kemitraan strategis dengan Kelompok Tani Sinta Mekar, lahan seluas 10 hektare di Kampung Cipatuguran yang semula kurang produktif kini disulap menjadi kebun energi.
Direktur Utama PLN Indonesia Power, Bernadus Sudarmanta, menyebut langkah ini sebagai permulaan ekosistem energi hijau yang menyeluruh, dari hulu hingga hilir.
“Ya, hari ini kita memasuki Era ekosistem Green energy di mana secara dari dulu ke hilir kita coba pembangunan ekosistem untuk biomass dengan menggunakan tanaman Sorgum, yang mana Ini tanaman sorgum tadi sudah dijelaskan, atau masa panen, masa panennya cukup singkat dalam 3 bulan dan bisa dipanen dan dihasilkan bahan makanan dan juga bahan untuk membuat biomass, jadi bisa memberikan ketahanan pangan dan juga ketahanan energi dan juga terlestari area bumi,” ujar Bernadus di lokasi penanaman.
Secara teknis, penggunaan batang sorgum ini bukan tanpa dampak. Bernadus menjelaskan bahwa transisi ini adalah bagian dari peta jalan untuk menyetop penggunaan batu bara total pada tahun 2050. Potensi pengurangan emisi karbonnya pun terbilang fantastis jika target pencampuran bahan bakar (co-firing) tercapai.
“Ya kalau dari program transisi energi itu memang road map untuk menghentikan penggunaan batubara itu kan di tahun 2050, jadi semua pembangkit batubara itu akan berhenti mengkonsumsi batubara tahun 2050, artinya kita akan secara bertahap untuk mengganti atau switching dari batubara ke biomassa ya,” kata Bernadus. “Nah nanti hitung-hitungan pengurangan karbonya mungkin tadi dari Pak bowo bisa beberapa waktu itu 700.000 ton CO2 yang per tahun per tahun hanya untuk dari 10% di pelabuhanratu, dan juga dari 10%, nah artinya kalau kalau 100%, nanti bisa mengurangi 7 juta ton,” rincinya.
