Hari Ibu dan Partisipasi Politik Perempuan
Sebagai hari gerakan politik perempuan, Hari ibu harusnya ditujukan untuk mempertegas komitmen bangsa ini untuk meninggikan martabat perempuan Indonesia dalam partisipasi politik.
Kesadaran perempuan untuk berpartisipasi di ranah politik, tidak dapat terlepas dari sejarah gerakan perempuan di Indonesia. Tidak dapat disanggah, hadirnya gerakan perempuan di belahan dunia lain, memberi pengaruh kepada pergerakan perempuan Indonesia. Pengaruh tersebut terlihat dalam bentuk ide-ide emansipatif organisasi-organisasi perempuan, isu-isu gender seperti; masalah peran ganda, domestic violence, perkosaan dan isu gender lainnya.
Dalam catatan sejarah bangsa Indonesia, partisipasi perempuan dalam politik sudah dimulai saat Indonesia masih dalam penjajahan. Perjuangan kaum perempuan untuk terlibat secara aktif dalam dunia politik bukanlah perjuangan yang singkat. Menurut Andriana (2012) sejarah gerakan perempuan dari sejak zaman sebelum kemerdekaan hingga masa reformasi saat ini telah banyak terjadi transformasi dari bentuk perjuangan perempuan dalam pembangunan bangsa. Dari yang berawal pada gerakan politik perempuan, kemudian bertranspormasi menjadi keterwakilan politik perempuan. Era reformasi telah mencuatkan harapan besar bagi tumbuhnya proses demokrasi di Indonesia.
Salah satu konsep dalam ilmu politik untuk mengukur partisipasi perempuan dalam politik adalah keterwakilan politik (political refresentativeness). Keterwakilan politik diartikan sebagai terwakilinya kepentingan anggota masyarakat oleh wakil-wakilnya di lembaga legislatif. Namun ternyata keterwakilan politik perempuan pada kenyataannya masih sangat rendah di ruang publik. Hal ini dapat disebabkan karena minat para perempuan untuk terjun ke dunia politik yang rendah, komitmen partai politik yang belum sensitif gender sehingga kurang mengakomodir kepentingan perempuan, dan juga kendala nilai-nilai budaya yang bias gender dan bias nilai-nilai patriarki.
Baca Juga:Kelurahan Babakan Kota Sukabumi Deklarasi sebagai Wilayah ODFPemkot Sukabumi Berikan Apresiasi kepada Insan Pendidikan
Partai politik belum sepenuhnya serius dalam pemenuhan kewajiban 30% mencalonkan perempuan sebagai anggota legislatif yang diprioritaskan terpilih. Malah yang ada perempuan justru dipasang sebagai simbol akomodatif, dengan nomor-nomor sepatu yang susah meloloskan perempuan menuju kursi parlemen.
Untuk mengantisipasi hambatan kandidasi perempuan tersebut, Komisi Pemilihan Umum mewajibkan keterwakilan 30% pada saat pengajuan calon legislatif dengan sistem zipper. Dimana sistem tersebut dimaksudkan agar dapat memudahkan perempuan terpilih menjadi legislator. Hal ini merupakan suatu proses kemajuan dalam berdemokrasi agar Pemilu di Indonesia semakin baik dari sisi hukum dan kebijakan kesetaraan gender di bidang politik ataupun pemerintahan.