SUKABUMI EKSPRES – Industri perfilman Indonesia, jika dibicarakan, biasanya akan menyentuh dua topik besar, yaitu horor dan bajakan. Film bajakan sendiri telah menjadi budaya tersendiri di Indonesia. Dulu, film bajakan banyak dijual dalam bentuk CD dengan harga sekitar Rp2.000 hingga Rp5.000.
Sekarang, dengan adanya internet, situs web, dan platform untuk mengunduh film terbaru, semakin banyak cara untuk mendapatkan film bajakan. Bahkan, jika kita mendengar istilah seperti “Lebah Ganteng” atau “Pain Akatsuki,” kita langsung teringat dengan subtitle dari film bajakan ini. Lantas, mengapa bajakan selalu dianggap buruk? Apa dampaknya?
Sisi Lain dari Industri Pembajakan Film
Menurut data dari Muso, sebuah layanan perlindungan data di industri hiburan, pada tahun 2023, Indonesia termasuk dalam lima besar negara dengan jumlah konsumen film bajakan terbanyak di dunia. Posisi pertama dan kedua ditempati oleh India dan Amerika Serikat.
Baca Juga:Rangkaian Acara Bandung Gaming Day 2025 di Summarecon Mall Bandung dan Agate Studio Seru Banget7 HP Kamera Terbaik Fitur OIS Pada 2025 untuk Konten Kreator
Berdasarkan data tersebut, lebih dari 1 miliar kunjungan tercatat dari pengguna Indonesia yang mengakses situs web film bajakan. Jika kita menilik lebih jauh, pembajakan film sebenarnya sudah terjadi sejak lama, bahkan pada awal abad ke-20, sekitar tahun 1945 hingga 1960-an.
Pada masa itu, cara membajak adalah dengan mengambil dan menyalin gulungan film secara ilegal, kemudian menjualnya dengan harga yang lebih murah.
Pada awal tahun 2000-an, bentuk pembajakan film berkembang menjadi VCD atau DVD bajakan. Pada masa ini, ada juga perangkat pemutar DVD yang dimodifikasi agar bisa membaca CD film bajakan.
Hal ini sempat menjadi berita besar karena kegiatan tersebut jelas ilegal, meskipun dilakukan secara tersembunyi. Bahkan, pada waktu itu sering terjadi penggerebekan terhadap toko-toko yang menjual film bajakan.
Seiring dengan berkembangnya era digital, ternyata pembajakan film yang semula sulit dilakukan, kini justru semakin mudah. Dengan kemudahan akses internet saat ini, situs web bajakan semakin mudah dijangkau.
Bahkan, berbagai trik digunakan agar pengguna tidak terganggu oleh iklan yang berbahaya. Mengingat kembali masa-masa ketika film bajakan berbasis web, usaha untuk mencari file seperti txt atau srt (seperti yang digunakan oleh “Lebah Ganteng” atau “Pain Akatsuki”) juga menjadi bagian dari pengalaman tersebut.