SUKABUMI EKSPRES – Angka kelahiran di Indonesia terancam terus menurun. Meskipun Indonesia termasuk dalam jajaran negara dengan populasi terbesar di dunia, dengan jumlah penduduk mencapai 281,6 juta per Juni 2024, angka kelahiran justru menunjukkan penurunan setiap tahun.
Pada tahun 2023, jumlah kelahiran di Indonesia tercatat sebanyak 4,62 juta, turun 0,6% dibandingkan tahun sebelumnya (2022) yang sebanyak 4,65 juta kelahiran.
Pada tahun 1990, Total Fertility Rate (TFR) Indonesia berada di angka 3,1, yang berarti rata-rata seorang perempuan melahirkan 3 anak dalam masa reproduksinya. Namun, angka ini terus menurun hingga mencapai 2,18 pada tahun 2023, dan diproyeksikan akan turun menjadi 1,95 anak per perempuan pada tahun 2050 mendatang.
Baca Juga:Generasi Boomers Lebih Mudah Termakan Berita Hoax, Gen Z harus Lakukan Ini7 Rekomendasi Parfurm Pria Aroma Orang Kaya Eksklusif
Beberapa provinsi di Indonesia memiliki TFR yang sangat rendah pada tahun 2023, di antaranya:
1. Sulawesi Utara: 2,1
2. Jawa Barat: 2,06
3. Jawa Tengah: 2,04
4. Bali: 2,03
5. Banten: 1,96
6. Jawa Timur: 1,98
7. DKI Jakarta: 1,84
8. Daerah Istimewa Yogyakarta: 1,81
Tren penurunan populasi ini sebenarnya bukan hal baru. Negara-negara berpendapatan tinggi seperti Jepang, Italia, dan Jerman sudah lebih dulu mengalami penurunan angka kelahiran yang signifikan. Namun, kini pola yang sama mulai terlihat di negara-negara berkembang, termasuk di kawasan Asia Tenggara, salah satunya Indonesia.
1. Biaya Hidup Tinggi
Banyak faktor yang menjadi penyebab turunnya angka kelahiran di Indonesia. Salah satu faktor utama adalah biaya hidup yang semakin tinggi. Misalnya, harga rumah yang semakin mahal ditambah biaya pendidikan yang terus meningkat.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata biaya pendidikan untuk jenjang Sekolah Dasar atau sederajat pada tahun ajaran 2020-2021 tercatat sebesar Rp3,24 juta, meningkat 35% dibandingkan tahun ajaran 2017-2018 yang sebesar Rp2,4 juta.
Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Wihaji, pun mengakui bahwa menurunnya tingkat fertilitas di Indonesia disebabkan karena faktor ekonomi dan ketakutan akan masa depan pribadi dan keluarga baru mereka nanti.
“Salah satunya adalah faktor ekonomi. Artinya, ada kecemasan terkait masa depan, seperti bagaimana jika saya memiliki anak—bagaimana dengan pendidikan mereka? Ketika saya dan pasangan bekerja, siapa yang akan mengurus anak? Jika harus dititipkan, kepada siapa? Apakah kepada asisten rumah tangga? Namun, mencari asisten juga sulit. Jika kepada orang tua, apakah adil menjadikan mereka sebagai pengasuh anak kita? Semua ini mencerminkan kecemasan ekonomi,” ujar Wihaji, melansir dari channet Youtube Tempo.