Seperti pepatah yang mengatakan, “Bekerjalah seolah-olah engkau akan hidup selamanya, dan beribadahlah seolah-olah engkau akan mati besok.” Ini menunjukkan bahwa baik urusan dunia maupun akhirat, keduanya dapat diusahakan tanpa harus memilih salah satu.
Yang menjadi persoalan sebenarnya bukanlah seberapa banyak kekayaan yang dimiliki, melainkan bagaimana kekayaan tersebut digunakan. Ada orang yang memiliki banyak harta tetapi justru menggunakannya untuk perbuatan yang tidak baik, namun ada juga yang memanfaatkan kekayaannya untuk membantu sesama. Begitu pula dengan orang miskin, ada yang tetap semangat dalam beribadah, tetapi ada pula yang melakukan kejahatan dengan menjadikan kemiskinan sebagai alasan.
Tipe orang seperti ini cenderung menganggap kemiskinan sebagai anugerah yang membawa keberkahan bagi dirinya, padahal pola pikir seperti ini justru menghambat kemajuan. Motivasi untuk berkembang tertutupi oleh keyakinan bahwa takdir telah menentukan segalanya, sehingga mereka enggan berusaha memperbaiki kehidupan.
Baca Juga:Segera Daftar Program Mudik Gratis 2025 ke Jawa Tengah Cukup Lampirkan Syarat IniPerbedaan OKB dan OKL yang Sebenarnya, Berbeda dengan Streotip Masyarakat Saat Ini
Intinya, kami tidak mengatakan bahwa kita tidak boleh percaya pada takdir. Namun, maksud kami adalah kita tidak seharusnya menjadikan konsep takdir sebagai pembatas dalam berusaha.
2. Orang yang Lebih Tua Biasanya Lebih Pintar
Selanjutnya, ada pola pikir yang beranggapan bahwa orang yang lebih tua pasti lebih mengetahui segalanya. Mungkin Anda pernah mendengar orang tua membantah argumen anaknya dengan mengatakan bahwa anak tersebut tidak memahami apa-apa, seolah-olah usia yang lebih tua selalu menjamin kebijaksanaan dan pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan generasi muda.
Padahal, tua atau muda bukanlah faktor yang menentukan seberapa banyak seseorang mengetahui suatu hal. Dunia terus berkembang dan bersifat dinamis, sehingga selalu ada perubahan dan pengetahuan baru di setiap zaman. Memang benar bahwa orang tua telah melalui banyak pengalaman hidup, tetapi tidak semua hal yang terjadi di masa mereka masih relevan dengan kondisi zaman sekarang.
Masalahnya, banyak orang yang lebih tua merasa bahwa pengalaman mereka di masa lalu tetap berlaku di masa kini. Mereka cenderung beranggapan bahwa pandangan yang mereka miliki sudah cukup untuk memahami segala sesuatu, padahal kenyataannya, tidak semua pengalaman masa lalu dapat diterapkan pada keadaan saat ini. Dengan kata lain, bukan seberapa banyak pengetahuan yang dimiliki yang terpenting, tetapi seberapa relevan pengetahuan tersebut dalam menghadapi tantangan zaman yang terus berubah.