AP berperan dalam memenangkan DMUT/broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum bersama RS dan SDS. Ia juga turut mengatur rapat optimalisasi hilir guna menurunkan produksi kilang.
4. Yoki Firnandi (YF) – Direktur Utama PT Pertamina International Shipping
YF diduga melakukan mark up kontrak pengiriman dalam pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang.
5. Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR) – Beneficial Owner PT Navigator Katulistiwa
MKAR memperoleh keuntungan dari mark up kontrak pengiriman yang dilakukan oleh YF, yang menyebabkan negara harus membayar fee sebesar 13-15 persen. Storage milik MKAR, PT Orbit Terminal Merak, digunakan untuk melakukan blending RON 88 dengan RON 92 agar menghasilkan RON 92.
Baca Juga:5 Drakor Terbaru Teman Ngabuburit yang Tayang Pada Ramadan 2025Bokbroknya Sistem Coretax: Mau Bayar Pajak Dipersulit, Gak Bayar Pajak Dipalak Pemerintah
6. Dimas Werhaspati (DW) – Komisaris PT Navigator Katulistiwa dan PT Jenggala Maritim
DW berkomunikasi dengan AP untuk mendapatkan harga tinggi (spot) sebelum syarat terpenuhi, serta mendapat persetujuan SDS untuk impor produk kilang. Ia juga memperoleh keuntungan dari mark up kontrak pengiriman yang dilakukan oleh YF.
7. Gading Ramadhan Joedo (GRJ) – Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak
GRJ, bersama DW, berkomunikasi dengan AP guna memperoleh harga tinggi (spot) sebelum syarat terpenuhi, serta mendapat persetujuan SDS untuk impor produk kilang. Ia juga terlibat dengan MKAR dalam blending RON 88 dengan RON 92.
8. Maya Kusmaya (MK) – Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga
MK, bersama EC, membeli BBM RON 90 atau lebih rendah dengan harga RON 92 atas persetujuan RS. Ia memerintahkan EC untuk melakukan blending RON 88 dengan RON 92.
Selain itu, MK menyetujui metode pembayaran impor kilang melalui penunjukan langsung (spot), yang seharusnya dilakukan dengan pemilihan langsung (term), sehingga Pertamina Niaga harus membayar harga tinggi kepada mitra usaha. MK juga mengetahui serta menyetujui mark up dalam kontrak pengiriman yang dilakukan YF, menyebabkan PT Pertamina Patra Niaga mengeluarkan fee ilegal sebesar 13-15 persen.
9. Edward Corne (EC) – VP Trading Operation Pertamina Patra Niaga
EC, bersama MK, membeli BBM RON 90 atau lebih rendah dengan harga RON 92 atas persetujuan RS. Ia melaksanakan blending RON 88 dengan RON 92 sesuai perintah MK. EC juga terlibat dalam pembayaran impor kilang dengan metode penunjukan langsung (spot), yang seharusnya dilakukan melalui pemilihan langsung (term), serta menyetujui mark up dalam kontrak pengiriman yang dilakukan YF, yang membebani PT Pertamina Patra Niaga dengan fee ilegal 13-15 persen.