Sopir Travel ‘Digetok’ Tarif Parkir, Dipatok Membayar Kisaran Rp100 Ribu-Rp150 Ribu per Mobil

Sopir Travel 'Digetok' Tarif Parkir
FAVORIT: Pesisir pantai di kawasan Geopark Ciletuh-Palabuhanratu masih menjadi favorit dan incaran wisatawan. Namun, terkadang dinodai dengan ulah oknum yang ingin memanfaatkan situasi untuk kepentingan pribadi. ( FOTO : ISTIMEWA )
0 Komentar

PALABUHANRATU – Sejumlah sopir travel yang membawa wisatawan ke kawasan Geopark Ciletuh-Palabuhanratu mengaku ‘digetok’ soal tarif parkir. Mereka harus membayar biaya parkir kisaran Rp100 ribu-Rp150 ribu per satu unit bus.

Keluhan mereka viral di jagat media sosial. Para sopir termasuk wisatawan pun mengaku kapok harus kembali berwisata ke Sukabumi.
Hal itu mendapat sorotan para wakil rakyat di DPRD Kabupaten Sukabumi. Salah satunya dilontarkan, Mansyurdin, anggota DPRD dari Fraksi PAN. Mansyurdin pun meminta biaya parkir masuk kawasan wisata di Kabupaten Sukabumi jangan liar.

“Jangan liar lah. Kalau berbicara pungli, jelas itu tidak boleh. Tetapi kalau berbicara untuk kebersihan, ketertiban, dan keamanan, itu masih bisa dimaklum,” tegas Mansyurdin kepada wartawan, kemarin (13/3).

Baca Juga:Wakil Walkot Sukabumi: Biasakan Pakai BBM Oktan TinggiDLH Ajak Pelajar Peduli Lingkungan, Tanam Pohon Bersamaan Hari Hutan Sedun

Mansyurdin menegaskan, saat ini eksekutif dan legislatif tengah menggodok Peraturan Daerah (Perda) tentang Retribusi. Payung hukum itu nantinya akan mengatur kebijakan penerapan retribusi di lokasi-lokasi wisata.

“Sebentar lagi ada perda retribusi. Apapun itu, harus ada pemasukan ke negara karena bagaimanapun juga tempat-tempat wisata menggunakan uang negara. Jadi ada pendapatan yang masuk ke negara yang pada akhirnya akan dikembalikan ke masyarakat juga,” ujarnya.

DPRD akan melakukan kajian untuk melihat siapa yang lebih berhak memungut retribusi di lokasi wisata. Langkah itu untuk menciptakan keselarasan dan menghindari tumpang-tindih tanggung jawab.

Pasalnya, lanjut Mansyurudin, selama ini penanggung jawab retribusi di lokasi wisata tidak jelas. Pungutan retribusi ada yang dilakukan pemerintah daerah, ada juga oleh pemerintah desa. Bahkan tidak sedikit tempat wisata yang tak berkarcis.

“Kita akan melakukan kajian untuk melihat siapa yang paling berhak untuk memungut retribusi, apakah pemerintah daerah atau pemerintah desa,” tuturnya.

Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Sukabumi, Sigit Widarmadi, mengaku sudah sering mendengar persoalan dugaan pungli di lokasi wisata. Dispar, lanjutnya, telah mengimbau kelompok sadar wisata bisa menjaga kondusivitas kaitan retribusi agar wisatawan tidak kapok datang lagi ke Sukabumi.

0 Komentar