PALABUHANRATU – Anggota Satreskrim Polres Sukabumi menangkap enam orang terduga pelaku pungutan liar (pungli) di kawasan wisata Pantai Karanghawu di Desa/Kecamatan Cisolok. Penangkapan merupakan tindak lanjut viralnya video sopir travel wisatawan yang mengaku ‘digetok’ tarif parkir hampir Rp100 ribu saat berada di kawasan wisata Ciletuh Palabuhanratu UNESCO Global Geopark (CPUGG).
“Kami amankan enam orang diduga pelaku pungli di luar tarif parkir yang seharusnya. Mereka sudah melakukan aksinya sejak 2020 hingga saat ini,” ungkap Wakapolres Sukabumi Kompol R Bimo Moernanda kepada wartawan di Mapolres Sukabumi, Palabuhanratu, kemarin (14/3).
Saat beraksi, kata Bimo, para pelaku memakai rompi bertuliskan pemerintah desa setempat yang dilengkapi nametag dan karcis berstempel desa hasil cetakan sendiri. Padahal, mereka diketahui bukan utusan pihak desa tersebut.
Baca Juga:MUI Tabayyun Soal Logo Halal BaruKonsep Peta Wisata Bisa Gaet Wisatawan
“Mereka memungut retribusi terhadap wisatawan dari luar daerah Kabupaten Sukabumi. Salah satu dari mereka memang pelaku pungli video viral dan yang lainnya berkat operasi rutin,” tuturnya.
Sementara itu, sopir travel yang mempiralkan video pungli pungli, engapresiasi respons cepat Satreskrim Polres Sukabumi Polres Sukabumi menangani masalah pungli di kawasan objek wisata CPUGG.
“Harapan saya, ke depan pungli ini tidak lagi terjadi dan teman-teman di lapangan bisa diedukasi dengan baik. Semoga pariwisata di Kabupaten Sukabumi menjadi lebih baik lagi,” pungkasnya.
Kepala Desa Cisolok, Hendri Sunardi, memohon maaf atas terjadinya peristiwa pungli di daerahnya mewakili terduga pelaku yang merupakan wargannya.
“Walaupun bagaimana, mereka ini warga kami. Atas nama pemerintah dan warga desa saya mohon maaf kepada seluruh wisatawan atau siapapun yang merasa dirugikan. Kejadian ini menjadi pembelajaran untuk kami,” imbuhnya.
Ia mengaku serba salah soal tarif retribusi apabila harus diakomodir pemerintah desa. Sebab, belum ada peraturan resmi dari pemerintah daerah terkait retribusi di lokasi wisata. “Kalau Perdes-nya sudah ada, cuma masih perlu digodok. Tentunya harus mengacu ke Perda,” pungkasnya. (mg1)