Konsep restorative justice seakan-akan menjadi barang baru dalam proses penegakkan hukum di Indonesia padahal sikap saling memaafkan antara orang-orang yang berkonflik merupakan ciri dan karakter bangsa Indonesia sejak zaman dahulu. Secara formal aturan mengenai restorative justice baru kita kenal beberapa tahun ke belakang yaitu dengan adanya peraturan Kejaksaan Republik Indoensia Nomor 15 Tahun 2020 dan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indoensia Nomor 8 Tahun 2021.
Pengupayaan proses perdamaian antara pelaku dan korban melalui proses restorative justice memang harus dimaksimalkan, hal ini disebabkan ada beberapa manfaat yang dapat dihasilkan apabila konsep restorative justice ini diterapkan. Manfaat-manfaat tersebut antara lain:
1. Kembali pulihnya hubungan baik antara pelaku dan korban.
2. Meminimalisir timbulnya dendam yang dimungkinkan muncul di kemudian hari.
3. Dapat menjaga ketertiban di tengah-tengah masyarakat.
4. Dapat menjadi contoh yang baik terkait penyelesaian konflik ditengah-tengah masyarakat.
5. Di mungkinkannya terjalin hubungan yang lebih erat antara pelaku dan korban.
Baca Juga:Perumda AM TBW Gratiskan Pemasangan Sambungan BaruBPBD Perkuat Basis Data dan Informasi Kebencaaan
6. Meminimalisir penumpukan perkara di lembaga-lembaga penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.
7. Dapat meminimalisir terjadinya over kapasitas di lembaga pemasyarakatan.
8. Dapat memberikan efisiensi terhadap anggaran negara yang berkaitan dengan proses penegakkan hukum.
9. Dapat mewujudkan rasa keadilan ditengah-tengah masyarakat.
10. Dapat menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang memiliki kelembutan hati dan sikap mudah memaafkan.
Sebagai bangsa yang religius tentu bangsa Indonesia memiliki karakteristik saling berkasih sayang dan mudah memaafkan, oleh karena itu dalam proses penyelesaian perkara hukum yang dihadapi oleh masyarakat sebaiknya diupayakan terlebih dahulu dengan menggunakan proses perdamaian atau yang lebih kita kenal dengan konsep restorative justice.