SUKABUMIEKSPRES– Pengamat kebijakan publik sekaligus akademisi menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terbaru yang memperbolehkan peserta pemilu berkampanye di tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dan tanpa menggunakan atribut. Hal ini tertuang dalam Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023.
Berdasarkan penjelasan Pasal 280 ayat 1 huruf h Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menjadi polemik, itu dimaksud dengan tempat pendidikan adalah sekolah dan perguruan tinggi.
Akademisi Universitas Linggabuana PGRI Sukabumi, Asep Deni, mengaku prihatin dengan putusan tersebut karena ini dapat berdampak buruk terhadap ekositem pendidikan.
Baca Juga:Ajak Generasi Muda BertaniDi Tengah Kemarau, Petani Panen Raya Padi
“Tentunya saya hawatir atas putusan ini bakal terjadi konflik internal di sekolah ataupun di kampus. Kemudian yang ditakutkan siswa dan mahasiswa menjadi korban, apalagi ketika kampanye digiring dengan opini yang diarahkan kepada ujaran kebencian,” ujar Asep, kemarin (23/8).
Selain itu, kata Asep, hal lain yang dikhawatirkan ketika memanfatakan kekuasaan untuk mengintervensi salah satu sekolah atau kampus walaupun dengan catatan harus mendapatkan izin dari pihak yang mempunyai tempat tersebut.
“Hal ini pasti menjadi riskan karena bisa direkayasa atau dimanipulasi persoalan izinnya dalam penggunaan gedung untuk kampanye Pemilu. Khususnya kepala sekolah dinilai akan sulit menolak instruksi dari pemerintah daerah, apalagi jika pimpinan di sekolah atau perguruan tinggi sudah punya preferensi politik tertentu,” ungkapnya.
Ada beberapa point masalah yang akan timbul. Di antaranya konflik di sekolah yang masuk pada polarisasi pemilu 2024 dan terjadinya konflik kepentingan di kampus.
“Sebetulnya ada yang lebih penting di lembaga pendidikan itu, yakni memberikan edukasi politik seperti seminar dan hal lainnya untuk meng-counter polarisasi yang dapat menimbulakn pepecahan. Apalagi di institusi ini banyak pemilih pemula. Maka sudah seharusnya kewajiban pemerintah memberikan pendidikan politik terhadap mereka,” terangnya.
Asep melihat peraturan ini belum detail. Artinya, perlu diperjelas adanya regulasi turunan dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Komisi Pemilihan Umum (KPU), serta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).