SUKABUMIEKSPRES – Wakil presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla berpandangan bahwa Megawati Sukarnoputri merupakan presiden yang paling demokratis sepanjang sejarah Indonesia.
Jusuf Kalla yang disapa akrabnya adalah ‘JK’, beralasan jika Megawayi tidak menggunakan kekuasaanya untuk memengangkan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2004.
“Ibu Mega sebenarnya di antara semuannya yang paling demokratis. Karena pada saat dia berkuasa, dia tak memakai kekuasaan untuk berkuasa tahun 2004,” kata JK dalam acara Habibie Democracy Forum di Jakarta, Rabu (15/11/2023).
Baca Juga:Inilah Sejarah Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965), Hubungan Timbal Balik?Kiehl’s Men’s Skincare Terkenal dengan Bahan berkualitas Tinggi
Telah diketahui, pada tahun 2004 yang lalu, Megawati yang berduet dengan Hasyim Muzadi kalah dalam pilpres dari pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Yusuf Kalla.
JK meyakinkan, bahwa hasil Pilpres 2004 berbeda apabila Megawati menggunakan kekuasaannya untuk tidak bersikap demokratis.
“Sehingga saya dan Pak SBY bisa mengalahkan Bu Mega. Sekiranya memakai kekuasaan pasti kita kalah, tapi dia tidak,” ujar JK.
Jusuf Kalla juga telah memuji sikap Megawati yang telah mengizinkan dirinya untuk mengikuti kontestasi Pilpres 2004 meski, dirinya telah berstatus sebagai anak buah Mega di kabinet Gotong Royong.
“Saya menteri sebelumnya dan dia hargai saya untuk melawan dia karena dia memegang teguh prinsip-prinsip itu,” kata dia.
Dalam kesempatan kali ini, JK pun memberikan penilaian terhadap proses demokrasi di masing-masing pemerintahan Presiden Republik Indonesia.
JK menyebutkan, Presiden Soekarno dan Soeharto sama-sama lengser karena mengalami krisis politik dan ekonomi secara bersamaan.
Baca Juga:Minuman Sehat untuk Menjaga Kesehatan Tubuh KitaMakanan Sehat yang Membuat Tubuh Kita Lebih Sehat, Siapa Disini Mau Sehat?
Presiden Habibie, kata JK, justru dijatuhkan karena mekanisme demokrasi itu sendiri lewat proses di parlemen, padahal Habibie adalah sosok yang membangun demokrasi pasca-Orde Baru.
“Habibie hanya 1,5 tahun karena demokrasi itu sendiri, karena kurang pemahaman, (parlemen) tidak menghargai prestasi. Gus Dur jatuh karena tak menghargai demokrasi, bikin dekrit membubarkan DPR dan Golkar, jatuh juga,” ujar dia.