2. Takut Ketinggalan
Alasan kedua mengapa kita terjebak dalam toxic productivity finansial adalah rasa takut tertinggal. Kita khawatir jika tidak terus bekerja keras, kita akan kalah bersaing, tidak bisa membeli barang yang diinginkan, tidak bisa berlibur, atau bahkan tidak bisa menabung untuk masa depan. Ketakutan ini wajar, tetapi jika berlebihan, dapat membuat kita menjadi workaholic dan melupakan hal-hal penting lainnya dalam hidup, seperti kesehatan, kebahagiaan, dan hubungan sosial.
3. Nilai Diri yang Diukur dari Produktivitas
Banyak dari kita yang secara tidak sadar mengukur nilai diri berdasarkan tingkat produktivitas. Ketika tidak produktif, kita merasa tidak berguna. Padahal, kita adalah manusia, bukan robot. Kita membutuhkan istirahat, waktu untuk diri sendiri, interaksi sosial, menjalani hobi, bahkan sekadar bersantai. Produktivitas memang penting, tetapi bukan segalanya.
Coba perhatikan di sekitar Anda, atau mungkin Anda sendiri pernah mengalaminya. Ada teman yang berkata, “Saya sudah bekerja dua shift setiap hari, tetapi tetap saja keuangan saya seret di akhir bulan.” Atau, “Saya sudah berjualan online dari subuh hingga malam, tetapi keuntungan yang diperoleh tetap minim.” Bahkan ada yang mengatakan, “Saya sudah mengikuti semua workshop finansial dan membaca banyak buku investasi, tetapi uang saya tidak bertambah secara signifikan.”
Baca Juga:Kronologi Skandal Aktor Kim Soo Hyun Menjadi Penyebab Kematian Kim Sae RonSejarah Puasa Ramadan dari Zaman Nabi Adam hingga Masa Kini
Semua ini adalah contoh nyata dari toxic productivity dalam finansial. Usaha sudah maksimal, tetapi hasilnya tidak sebanding. Mengapa? Karena mungkin kita salah fokus, salah strategi, atau bahkan salah pola pikir (mindset).
Dampak Toxic Productivity Finansial terhadap Pertemanan di Usia Dewasa
Toxic productivity dalam finansial ternyata juga dapat memengaruhi pertemanan kita di usia dewasa. Coba ingat kembali, berapa kali Anda menolak ajakan untuk berkumpul atau hangout dengan teman hanya karena sibuk bekerja? Berapa kali Anda lebih memilih lembur di kantor daripada menghadiri acara ulang tahun sahabat?
Di usia dewasa, pertemanan menjadi semakin penting. Teman bukan sekadar untuk bersenang-senang, tetapi juga sebagai sistem dukungan (support system), tempat berbagi cerita, meminta pendapat, dan mengisi kembali energi. Jika kita terlalu fokus pada pekerjaan dan terjebak dalam toxic productivity finansial, kita bisa kehilangan koneksi dengan teman-teman kita. Akibatnya, hubungan pertemanan menjadi renggang, bahkan bisa berakhir sama sekali.