MAKASSAR– Sejumlah partai baru lolos menjadi peserta Pemilu 2024. Tentu, tak mudah menggeser dominasi partai lama.
Bahkan untuk lolos ke parlemen pun, mereka butuh perjuangan keras. Jalan terjal menanti, apalagi sebagai pendatang baru. Konsekuensinya, baru akan mengenalkan diri kepada pemilih.
Selain partai baru, Pemilu 2024 juga dimeriahkan partai nonparlemen, yang sudah pernah ikut pemilu, namun tak lolos ke Senayan. Detailnya, delapan lima nonparlemen dan tiga partai baru.
Baca Juga:Kader Posyandu Ikuti Pembinaan Cegah Kasus StuntingWujudkan ODF, Kelurahan Jayaraksa Kota Sukabumi Bangun 12 Septic Tank Komunal
Partai baru meliputi Partai Gelora, Partai Kebangkitan Nasional (PKN), dan Partai Buruh. Lalu partai nonparlemen masing-masing Partai Garuda, Hanura, PBB, PSI, dan Perindo. Pada Pemilu 2019, tak mendapat kursi parlemen.
Khusus nonparlemen, situasi ini menandakan bahwa partai baru pada 2019 itu masih sulit bersaing dengan partai besar. Sehingga 2024 merupakan tantangan bagi partai baru dan nonparlemen ini.
Mungkinkah mereka memberi kejutan? Tentu butuh pekerjaan besar. Walaupun dari partai ini ada tokoh-tokoh yang pernah berkiprah dan karier politik yang bagus.
Misalnya, Ketua Gelora Anis Matta. Demikian pula di kubu Perindo dan PSI. Dalam konteks identifikasi kepartaian, yang masih menguasai adalah partai-partai lama. Artinya identifikasi pemilih terhadap partai itu masih parpol lama.
Sehingga partai baru ini butuh waktu membangun institusinya melakukan proses sosialisasi. Masih perlu pendekatan diri ke masyarakat, sehingga proses identifikasi partai bisa tumbuh dan terjadi proses institusionaliasi. Jika proses institusionalisasi tidak intens, partai baru ini sulit untuk memberi kejutan.
“Jadi tidak cukup hanya dengan mengandalkan tokoh saja,” kata A Ali Armunanto, analis politik Universitas Hasanuddin (Unhas) kepada FAJAR, Jumat, 16 Desember.
Terpenting dilakukan partai baru dan nonparlemen adalah merancang strategi konstitusinalisasi dan membangun identifikasi kepartaian di kalangan pemilih. Hal itu butuh usaha strategi marketing politik, branding politik, dan membangun kapital sosial demi terwujudnya jaringan sosial yang luas.
Baca Juga:Setahun Terjadi 41 Kali KebakaranPemkot Terima Penghargaan Bidang TIK, Bukti Keseriusan Manfaatkan Teknologi
“Kalau ini sudah dilakukan, maka mereka akan memberi kejutan. Kalau hanya mengandalkan ketokohan, maka mereka akan muncul lalu tenggelam lagi seperti sebelum-sebelumnya,” jelas Ali.
Meski begitu, dengan lolosnya mereka menjadi peserta pemilu, setidaknya sudah menjadi modal besar. Khususnya untuk mendapatkan kekuasaan dan eksistensi. Hasil verifikasi membuat eksistensi mereka bisa mendapat bargaining politik.