SUKABUMIEKSPRES – Pemerintah Kota Sukabumi membentuk tim Audit Kasus Stunting (AKS). Keberadaannya sangat penting karena tim bergerak mengkaji penyebab terjadinya stunting serta melakukan upaya pencegahannya.
Tim AKS dibentuk berdasarkan Keputusan Wali Kota Sukabumi Nomor: 188.45/151- DP2KBP3A/2023 tentang Tim AKSÂ tingkat Kota Sukabumi.
Mereka terdiri dari tim teknis dan tim pakar dari kalangan profesional. Tim AKS diketuai Kepala Dinas P2KBP3A Kota Sukabumi.
Baca Juga:Siswa SMP Tenggelam saat MPLSWabup Pantau Pelaksanaan Roasting di Cikidang
“AKS berperan mencari penyebab terjadinya kasus stunting sebagai upaya pencegahan terjadinya kasus serupa. Ini merupakan salah satu langkah preventif supaya tidak terjadi kasusstunting baru,” kata Wakil Wali Kota Sukabumi Andri Setiawan Hamami saat menghadiri kegiatan diseminasi hasil kajian kasus stunting di ruang pertemuan Dinas P2PKB3A Kota Sukabumi, Kamis (20/7).
Berdasarkan data terbaru e-PPGBM tahun 2023, ada sekitar 6,28 persen atau sebanyak 1.235 balita dalam kondisi stunted. Sementara menurut data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 terjadi penaikan kasus sebesar 0,1 persen dari 19,1 persen pada 2021 menjadi 19,2 persen dari 2022.
“Ini tentu jadi tantangan bagi kita bisa mengejar target nasional bahwa angka prevalensi stunting bisa mencapai 14 persen pada 2024,” tegasnya.
Andri mengapresiasi seluruh elemen di Kota Sukabumi yang dengan penuh semangat berkolaborasi mendukung program percepatan penuntasan angka kasus. Terutama mendukung Jawa Barat untuk nihil kasus baru stunting.
Andri mengajak semua pihak terlibat dalam upaya percepatan penurunan stunting sebagai program prioritas. Jika hanya dikerjakan pemerintah, kata Andri, relatif akan cukup sulit.
“Butuh kerja sama semua elemen, terutama pergerakan kolaborasi pentahelix yaitu pemerintah, dunia usaha, perguruan tinggi, media, dan masyarakat. Keterlibatan pentahelix ini untuk menindaklanjuti intervensi spesifik dan intervensi sensitif untuk mendukung terwujudnya zero new stunting di Jawa Barat dan 14 persen angka kasus prevalensi tingkat nasional pada 2024,” pungkasnya. (rls)