SUKABUMI EKSPRES— Jumlah pemilih muda yang terdata di KPU sekitar 56 persen dari total total penduduk dalam Daftar Pemilih Tetap atau DPT. Ada kriteria utama atau pertimbangan anak muda memilih calon pemimpin.
Sesuai DPT yang dirilis Komisi Pemilihan Umum (KPU), jumlah pemilik hak suara pada Pemilu 2024 sebanyak 204.807.222 orang. Nah, 56 persen di antaranya merupakan pemilih muda dengan rentang usia 17–42 tahun.
Kencenderungan pilihan pemilih muda terlihat dari penelitian lembaga riset independen Kolokium.id.
Baca Juga:Caleg PKB DPR RI Sabrina Rustiawan Komitmen Buat Perubahan Untuk SukabumiSaatnya UMKM di Kabupaten Sukabumi Jajaki Level Internasional
Hasil riset tersebut menunjukkan bahwa generasi muda mempertimbangkan visi-misi peserta pemilu sebagai alasan utama dalam memilih. Mereka cenderung melihat arah dan tujuan yang diusung para calon pemimpin.
Melansir Jawapos.com, Ketua peneliti Kolokium.id Suko Widodo menerangkan, para anak muda peka dengan perpolitikan Tanah Air saat ini. Mereka
menjadikan acuan informasi utama dari portal berita online, Instagram, dan Twitter.
Kecepatan dan fleksibilitas menjadi keunggulan utama dari media-media digital tersebut. Hal itu memungkinkan informasi politik dengan cepat dapat dikonsumsi dan disebarkan di antara pemilih muda.
Hanya saja, dosen ilmu komunikasi Universitas Airlangga menemukan kejanggalan pada perolehan informasi para pemilih muda.
Meski lebih mudah mengakses informasi digital, namun tidak selaras dengan ketersediaan informasi mengenai gagasan dari setiap peserta pemilu.
Di sisi lain, para pemilih muda ini menjadikan visi misi calon pemimpin sebagai kriteria utama atau pertimbangan dalam menentukan pilihan.
Baca Juga:Reses di Pelosok Ciemas, Anggota DPRD Janji Perjuangkan Aspirasi RakyatBawaslu Sukabumi : Peserta Pemilu Harus Ikuti Aturan Main
Ironisnya, Suko menilai peserta pemilu tampaknya meremehkan pentingnya gagasan dalam kontestasi politik. Utamanya para calon anggota legislatif. Suko nyaris tidak menemukan gagasan apa yang dibawa para kontestan tersebut.
”Di baliho-baliho, misalnya, rata-rata tidak ada visi-misi yang dibawa,” ungkap Suko.
Kondisi memprihatinkan tersebut tidak hanya terjadi di kalangan peserta pemilu berusia paro baya. Tapi juga terjadi di kalangan anak muda yang mengajukan diri sebagai kontestan pemilu.
Suko mengungkapkan, para kontestan pemilu tidak mengelola media yang ada dengan baik. Akibatnya, pemilih kesulitan mengakses informasi.
Kegagapan pemilih muda untuk menggali visi-misi kandidat lebih mendalam mengakibatkan mereka terjebak dalam krisis informasi.