Tak hanya itu, rasa hormat terhadap guru—sosok yang seharusnya dihormati—juga semakin menipis. Video murid memperlakukan guru mereka dengan kasar sudah beberapa kali viral, ada yang membentak, memukul, bahkan dengan santai merekam penghinaan mereka untuk dipertontonkan di media sosial.
Fenomena ini jelas menunjukkan adanya krisis nilai moral di generasi muda kita. Di dunia maya, keadaan tak kalah buruk. Media sosial menjadi arena bebas untuk berkata kasar, saling mengujat, dan menyebar kebencian.
Anonimitas memberikan keberanian palsu untuk melontarkan kata-kata yang tak berani diucapkan di dunia nyata. Tak peduli tua atau muda, semuanya merasa bebas untuk menyerang siapa saja, bahkan tokoh agama, orang tua, atau individu yang berbeda pandangan politik.
Baca Juga:Film Horor Aplikasi Iblis Garapan Dimas Anggara Siap Tayang di BioskopReview Spesifikasi Vivo V50 5G: Desain Premium Penuh Keunggulan Fitur Menarik, Segini Harganya
Ketidaksopanan ini tidak muncul tanpa sebab. Ketimpangan sosial yang tajam di masyarakat turut memperparah situasi. Banyak orang merasa frustrasi dengan kondisi hidup mereka—kemiskinan, ketidakadilan, atau tekanan hidup—dan mereka malah menyalurkannya dengan cara yang destruktif.
Sayangnya, pelampiasan ini sering kali salah sasaran dan ditujukan pada orang lain yang sebenarnya sama-sama korban dari sistem yang tidak adil ini.
Ironisnya, kita sering membanggakan diri sebagai negara yang religius dan menjunjung tinggi norma kesopanan, tapi kenyataan berkata lain. Nilai agama dan budaya yang mengajarkan hormat, empati, dan adab semakin terkikis oleh individualisme, ego, dan rasa frustrasi yang menguasai kita. Masalah ini bukan sekadar soal perilaku individu, melainkan cerminan dari krisis moral yang lebih mendalam.
3. Konten Dewasa
Kalian pasti sering mendengar istilah “pemersatu bangsa” yang beredar di media sosial, tetapi bukan untuk sesuatu yang bisa dibanggakan. Kalimat ini viral sebagai sindiran yang sangat pahit. Konten dewasa yang jelas-jelas melanggar norma sosial dan agama justru menjadi penghubung yang menyatukan perhatian banyak orang.
Ironis dan memalukan, namun ini adalah cermin dari realitas yang kita hadapi. Bagaimana mungkin di negara yang begitu bangga dengan adat dan moral, hal seperti ini justru memiliki daya tarik yang luar biasa?